“Aku memiliki dua penawaran untukmu,” kata Panglima Pasukan Pertahanan dengan suara rendah. Sore itu, kami sedang berada di Ruang Pertemuan. Sang Raja mengundang para panglima dan beberapa prajurit membicarakan strategi memakmurkan negeri.
“Dua penawaran? Untukku?” Aku masih belum menangkap arah pembicaraan yang tiba-tiba itu.
“Yang pertama, seorang prajurit yang sepertinya sudah tidak asing bagimu, bagi kita semua. Ia hadir nyaris di setiap pertemuan yang diadakan oleh Sang Raja, kecuali hari ini. Prajurit yang selalu bersikap ceria dan kadang mengundang gelak tawa.”
Aku mulai menangkap arah pembicaraan ini, sebagaimana beberapa panglima dan Penasihat Sang Raja yang juga mulai memerhatikan kami.
“Yang kedua, juga prajurit yang sepertinya sudah kau kenal,” lanjut Panglima Pasukan Pertahanan. “Namun, prajurit kita kali ini sangat berbeda dengan yang pertama. Kalau kau tidak meminta penjelasan, mungkin ia hanya akan berbicara sepatah dua patah kata saat mengobrol.”
Panglima Pasukan Pertahanan menatapku sekilas. Aku menjawab pertanyannya dengan tawa kecil.
Sebagai salah satu strategi memakmurkan negeri, Sang Raja meminta beberapa panglima dan prajurit berkeliling langsung ke seluruh pelosok negeri. Ia membentuk pasukan-pasukan khusus yang merupakan gabungan dari panglima dan prajurit pasukan-pasukan yang sudah ada sebelumnya. Jika aku adalah Prajurit Pasukan Perbatasan, maka kedua prajurit yang disebutkan tadi berasal dari Pasukan Pertahanan sehingga ada kemungkinan kami bisa bergabung ke dalam satu pasukan.
Diskusi berlangsung panjang sampai langit gelap. Sang Raja akhirnya memperbolehkan kami pulang. Para panglima dan prajurit terlihat bergegas, enggan berjalan dalam gelap. Namun, belum sempat aku beranjak, Panglima Pasukan Pertahanan menghentikan langkahnya dan membalikkan badan, menatapku serius.
“Jadi, yang mana yang kau pilih?”
“Yang kedua,” jawabku singkat.
“Kau terdengar begitu yakin. Mengapa?”
“Karena aku tahu, ia pernah memilihku.”
“Hanya itu?”
“Ya, sesederhana itu.”
Panglima Pasukan Pertahanan tersenyum puas. Ia meninggalkanku yang masih berdebar.
0 Comments:
Post a Comment