“Sang Raja ingin mengundangmu pada jamuan yang akan kami adakan siang ini di Hutan Hijau. Kuharap kau bisa memenuhinya. Bersiaplah, aku akan menjemputmu satu jam lagi,” tulis sang Ksatria. Sepertinya ia terburu-buru, tulisannya tidak serapi biasanya. Akibatnya, akupun sedikit perlu mencerna isi tulisan tersebut. Sang Raja? Mengundangku? Jamuan di Hutan Hijau?
Tidak ada waktu untuk berpikir terlalu jauh. Lebih baik aku segera mempersiapkan diri. Bagaimanapun, undangan ini sebuah kehormatan bagiku dan aku tidak ingin mengecewakan mereka.
“Kau sudah siap? Bagus, mari kita pergi,” ajak sang Ksatria ketika ia tiba di depan paviliunku. Bahkan seekor kuda cokelat berdiri dengan gagah, siap untuk mengantar kami ke tempat jamuan.
“Mengapa… aku? Maksudku, mengapa mendadak seperti ini?”
“Ceritanya panjang. Lebih baik tenangkan dirimu karena jamuan itu juga dihadiri sang Ratu dan beberapa tetua negeri kami.”
Kalau aku tidak berpegangan padanya, mungkin saat itu juga aku terjungkal dari kuda yang sedang kami naiki. Kejutan apalagi ini? Padahal pada malam sebelumnya, kami sempat berselisih paham karena satu hal. Ah, Ksatriaku ini memang sulit ditebak! Tapi, bukankah itu yang dulu kuinginkan pada Semesta?
Kami tiba di tempat jamuan. Tidak tahu harus berbicara apa, – ya, sesungguhnya aku gugup – aku memilih lebih banyak tersenyum. Untungnya, mereka menyambutku ramah. Sang Raja, Ratu, semuanya. Semesta, terima kasih…
Hari itu menjadi terasa sangat panjang. Tapi, aku sangat menikmatinya. Ini indah. Mungkin juga pertanda permulaan yang baik. Ya, semoga. Terima kasih atas jamuanmu, Sang Raja. Semoga aku cukup tangguh untuk kelak bisa diangkat menjadi… pendamping ksatriamu.
0 Comments:
Post a Comment