Thursday, December 31, 2020

2020 in Review

Seumur-umur, 2020 kayaknya adalah tahun yang paling 'drama'. Selain situasi hidup yang suka jungkir-balik, kondisi dunia pada umumnya juga berubah drastis akibat adanya pandemi Covid-19. 

Di balik semua roller coaster kehidupan, ada beberapa hal yang membuat saya masih sangat bersyukur di tahun ini. Selain diri sendiri, keluarga, dan support system yang sehat lahir batin, berikut ini beberapa hal atau keputusan terbaik yang terjadi di tahun 2020 versi saya.

1. Melahirkan Anak Kedua

Ini adalah peristiwa terbaik pertama yang terjadi di tahun 2020. Dengan kehamilan yang nggak direncanakan dan diprediksi, Alhamdulillah baby kedua ini bisa lahir sesuai prediksi tanggalnya.

Hamil anak kedua, perjalanannya lebih struggle. Sang Kakak yang semakin aktif dan fisik yang rasanya makin renta membuat kehamilan kali ini dijalani dengan lebih legawa. 

Anak kedua diperkirakan lahir 8 Maret 2020. Belajar dari pengalaman kelahiran pertama yang maju seminggu dari HPL, saya udah menyiapkan segala peralatan untuk ke RS, termasuk juga sounding ke Sang Kakak dan mewanti-wanti suami untuk nggak dinas ke luar kota. 

Hari H HPL, saya masih kuliah. Ujian pula. Saat itu, corona masih belum seheboh sekarang, jadi kuliahnya masih secara langsung. Lumayan sih, mau nggak mau jadi 'olahraga' naik turun tangga tiap dua minggu sekali. 

Sebenarnya, saya udah sounding ke baby supaya keluar sesuai HPL aja. Nggak usah di tanggal 12 (teteup hahaha) juga nggak papa. Biar apa? Biar ujiannya take home ajaaa~ 😂. Tapi mungkin sang baby justru mau menyemangati saya yang ujian karena dia pun udah 'ikut' kuliahnya dari awal. Jadi, dia memilih melihat dunia satu hari tepat setelah ujian.

Setelah Kinar lahir, dunia saya dan dunia secara keseluruhan serasa berubah. Dunia saya, jelas, ada peran tambahan. Tapi Alhamdulillah bangetnya, Kinar ini baiiiiik sekali. Sangat jarang 'ngajak' ibunya begadang kecuali di sebulan pertama kehidupannya. Terima kasih ya, Sayangku!



Dan di luar sana, virus Covid-19 mulai disikapi serius oleh 'pihak-pihak yang berwenang'. Nggak lama setelah saya bersalin di RS, pemerintah setempat membuat kebijakan bahwa melahirkan di RS harus tes rapid/SWAB dulu dan hanya bisa didampingi satu orang aja plus nggak boleh dijenguk. Mau kontrol kehamilan ke RS pun ada beberapa protokol yang harus diperhatikan. Intinya, lebih ribet. 

2. Kuliah Lagi

Keputusan maju mundur ini sebenarnya dibuat di akhir tahun 2019. Waktu itu, sama sekali nggak bakal menyangka akan ada corona yang mengubah segalanya.

Kesempatan kuliah lagi akhirnya diambil karena dari perusahaan mengadakan kelas kerja sama. Jadi, nggak perlu ribet bolak-balik ke luar kota, pikir saya. Plus, jam istirahat masih bisa pulang ke rumah sebentar seperti biasa. Dan untungnya lagi, jam kuliahnya lebih 'manusiawi' dibanding angkatan sebelumnya. Sabtu-Minggu, dua minggu sekali, 08.00 - 17.00 WITA.

Saya juga sempat sharing sama teman di angkatan sebelumnya yang menjalani perkuliahan dengan kondisi baru melahirkan. Asli, salut banget sih sama perjuangannya! Sambil mikir juga apakah saya bisa, ketika dia pernah bercerita, "Waktu itu pas lagi ujian, pernah anak nangis kehausan. Dia ada di musholla (Training Center Badak LNG) sama Mamaku. Jadi, ngebut deh ngerjain ujiannya dan buru-buru menemui mereka."

Namanya kuliah Manajemen, suka nggak suka memang pasti akan ketemu dengan angka. Tapi, saya baru menyadari 'tantangannya' ketika melihat daftar mata kuliah dan silabusnya. Nggak cuma hitung-hitungan akuntansi, banyak juga ternyata yang menggunakan rumus dan simbol yang nggak pernah saya lihat sebelumnya. 😭 

'Thanks' to corona, sejak pertengahan Maret 2020 alias setelah saya melahirkan, sistem perkuliahan diubah ke online. Memang perlu penyesuaian cara belajar, tapi hikmahnya, perkuliahan ini bisa dilakukan dari rumah. Jadilah terkadang di beberapa perkuliahan, saya belajar sambil mengasuh anak dan ketiduran

Yang membuat lebih bersyukur, semua tugas dan ujian juga dilakukan secara online jadi masih ada waktu untuk mempelajari materi yang sulit dipahami (dan ini banyak! Ga cuma untuk satu mata kuliah aja 😂). Yuk bisa yuk dua semester lagi lulus!

3. Sharing Knowledge

Tahun 2020 juga memberi kesempatan bagi saya untuk lebih banyak berbagi ilmu dan pengalaman. Karena dilakukan secara online, ada satu masa rasanya kerjaan jadi sharing melulu. Tapi seru kok, menambah jaringan sekaligus mengasah percaya diri lagi~.

Jadi, terima kasih 2020! Untuk semua suka duka, pelajaran berharga, dan pengingatnya. Yuk 2021 lebih seru lagi yuk!


All illustration photos taken from Unsplash



Tim CSR Badak LNG 'Diundang' ke Dubai! Kok Bisa?

Semua berawal dari WA temen kosan zaman kuliah yang saat ini dinas di Kedubes UEA. 

Jadi, dia mendadak diminta membuat event dalam rangka Hari Ibu bertema 'Perempuan Inovatif'. Bingung mencari narasumber, dia akhirnya mengontak saya, mengusulkan untuk menampilkan salah satu mitra binaannya Badak LNG. Sebelumnya, kami memang pernah kontak-kontakan untuk rencana kolaborasi. Sayangnya, belum terwujud.

Membaca pesannya, kantuk saya langsung hilang. Super excited, karena kesempatan ini nggak semua orang atau institusi bisa dapat. Sambil mengonfirmasi ke mitra binaan, saya mengiyakan tawarannya.

Beruntung, mitra binaan yang saya propose bersedia menjadi narasumber. Ibu ini memang inspiratif sih. Setiap tahun selalu ada produk kuliner baru yang unik. 

Hari H, saya yang deg-degan. Setelah training online, langsung cus ke studio LNGTV demi bisa mendampingi prosesnya. 



Alhamdulillah.. acaranya berjalan lancar. Ibu mitra binaan bisa bercerita dengan baik dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lancar. Acara yang bisa disaksikan dari Zoom dan Facebook live-nya Kedubes Uni Emirat Arab & LNG TV ini mendapat cukup antusias dari penonton. Nggak hanya masyarakat umum, Ibu Kedubes bahkan sepertinya berminat mengadakan pelatihan pembuatan snack secara online untuk WNI di sana. Wah, siap Bu! Pelatihan langsung di sana boleh juga loh 😉


Tahun ini, kami memang baru bisa bertemu secara virtual. Tapi, kami yakin, kesempatan perdana ini akan membuka lebih banyak kesempatan lagi untuk institusi atau secara personal. 

Yuk ah, lebih banyak kolaborasi lagi di 2021! 😁


Saturday, August 15, 2020

How MBA Changed My Weekend (The Series)

Tidak terasa, sudah tiga semester saya menempuh kuliah S2 di SBM ITB. Adanya kelas kerja sama dengan perusahaan dan beberapa alasan lain membuat saya nekat mencoba mengikuti perkuliahan ini.

Berbeda dengan suasana S1, perkuliahan S2 ini ternyata lebih terasa lelahnya. Dari sisi jadwal, sebenarnya enak sih karena kita diajak mempelajari satu mata kuliah dulu sampai selesai baru beralih ke mata kuliah berikutnya. Jadi lebih fokus. Kalau S1 dulu kan seminggu aja jadwal mata kuliahnya gonta-ganti yaa... Jam perkuliahan juga lebih 'lumayan' yaitu Sabtu & Minggu, setiap dua minggu sekali, mulai pukul 09.00 - 17.00 WITA (kurang lebih). Mungkin karena kuliah ini disambi dengan kerja serius (kalo dulu S1 kan freelance aja hehe) dan tanggung jawab lain yaa~

Di antara semua mata kuliah yang udah ditempuh, tentu nggak semua materinya langsung bisa saya pahami. Apalagi kalo dosen sudah bersabda "Yang perempuan mana nih belum ngomong?" pasti langsung merapel doa supaya nggak diabsen berdasarkan gender atau ditunjuk acak. Kalau situasi begitu, jadi bersyukur kadang nama saya disangka laki 😏

Perbedaan lainnya adalah dalam hal mengerjakan tugas. Kalau dulu tugas menulisnya kebanyakan menggunakan referensi dari buku (atau fotokopian), sekarang lebih banyak langsung gugling aja. Kadang jawabannya ada berbagai versi yang ujung-ujungnya malah bikin bingung sendiri.

Untuk merangkum perjalanan inilah, saya akan membuat series seperti judul di atas. Ke depannya akan berisi seputar curhatan random, review perkuliahan atau update beberapa tugas individu saya yang semoga membantu.

Sampai ketemu di postingan selanjutnya!




Sunday, June 28, 2020

My Ikigai

Last month, I bought "Ikigai: The Japanese Secret to A Long and Happy Life" book, written by Hector Gracia and Francesc Miralles. I still not finish to read that, but today in People in Organization class, mention about this concept.

Based on the diagram that presented in the class, Ikigai is "the reason for our being". This concept combine the answers of what are we good at, what we love, what the world needs, and what we can paid for.

For me, find my Ikigai is challenging. Sometimes I know what makes me happy, and sometimes I don't know. But, I will try to find my Ikigai by answer the slice one by one.



The first slice is what I good at and what I love. Since elementary school, i love writing so much. Write personal diary, poem, short story, and this capability is growing when I was in Communication Faculty with major in Journalism. I can say i am good at writing because I had won some writing competition. So, for the 'passion' slice, the answer is writing.

Next slice is about what we love and what the world needs. I found what I love, and I think the world needs 'high quality news'. High quality here means the news is written based on "9 Elements of Journalism". So, my 'mission' is make a better world with my written that applied "9 Elements of Journalism" principle.

To answer the questions of what the world needs and what we can paid for, I can say it is by being a journalist. I had try this when I was in college but i think I can not sustain as a journalist. The risks are too high, not worth with the money income.

On the fourth slice, 'profession', this is the answer for question what we can paid of and what we good at. Basically, I am good at writing. Not only write news, but also articles, fiction, and caption for social media. So, I am happy when I was accepted as Media Relation Officer in Badak LNG because I can show off my capability and get good salary from it.

Although i found that my Ikigai is writing, I believe that I still can improved that. Some area that I need to improve is write in English, SEO, monetize my personal blog, and write a book (fiction/nonfiction).

To growth my writing skill, I try to read articles that written in English. I also often read articles about SEO and google ads. In Facebook, I joined writing group named "Komunitas Bisa Menulis" to see what topics that can attract readers nowadays. From that group, one of the member ever asked me whether it is possible to write novel together.

I am grateful that my circle support me to keep my Ikigai and achieve more from that. If you ever read my writing, I also open for critics and suggestions to make my writing skill better. 

This entry was posted in