“Astaga! Aku tidak pernah menyangka ada tempat seindah ini di Negeri Kilau!”
“Desa ini memang sangat jarang mendapat kunjungan. Keberadaannya pun hanya diketahui orang-orang tertentu. Beruntung, Sang Raja saat ini memiliki kepedulian yang sangat tinggi sehingga mau mengunjungi mereka.”
“Betul. Apakah ini kunjungan pertamamu juga, seperti aku?”
“Tidak. Aku cukup sering ke sini. Sekedar mencari ketenangan, atau bermain dengan anak-anak desa.”
“Ketenangan? Di sini?” Aku menatap sekeliling. Bagaimana ia bisa mendapatkan ketenangan di tengah hiruk pikuk warga yang beraktifitas setiap harinya?
“Kau tahu, desa ini sangat luas. Tentu aku tidak bisa menemukan ketenangan di sini. Aku menemukannya di seberang sana.” Ia menunjuk kawasan penuh pepohonan di seberang jembatan. Sang Raja sedang bercakap-cakap dengan kepala desa yang mengajaknya masuk ke dalam kawasan yang seperti hutan itu.
“Di sana, kau seakan menyatu dengan alam. Sangat jarang menemukan manusia, hanya ada pepohonan dan beberapa hewan. Liar, tetapi kupastikan mereka tidak berbahaya,” lanjutnya.
Langkahku terhenti di depan jembatan gantung yang sudah tua. Jembatan ini menghubungkan pemukiman warga desa dengan hutan yang masih alami itu. Konon usia jembatan ini sudah berabad-abad, sudah ada sebelum Negeri Kilau berdiri. Aku tidak yakin jembatan ini masih aman dilewati.
“Kenapa berhenti? Ayo menyeberang. Sang Raja juga ada di sana, bukankah kau harus terus mengawalnya?”
“Aku…sepertinya aku akan menunggunya di sini saja.”
“Jangan khawatir, jembatan ini kokoh meski terus dimakan waktu. Kau bisa berpegangan pada kedua sisinya.” Seperti membaca ketakutanku, ia berusaha meyakinkan.
“Bagaimana kalau aku terjatuh? Pijakan jembatan ini pun sepertinya…” Aku menatap ke bawah. Aliran sungai cukup deras siap menyambut siapapun yang tergelincir dari jembatan ini.
“Sungai itu tidak sedalam yang kau duga, siapa tahu kau bisa berenang bersama ikan-ikan di dalamnya,” jawabnya sambil tertawa santai. Hey, aku serius! Mengapa pula Sang Raja harus menyeberang jembatan ini sih?
“Tidak, maaf, aku hanya berusaha sedikit menenangkanmu. Cobalah berjalan di tengah dan berpegangan pada kedua sisinya. Fokuskan pandangan ke depan, jangan melihat ke bawah jika kau takut.”
Dari kejauhan, Sang Raja melihat kami sekilas. Mungkin ia pun menungguku di sana. Pengawal macam apa aku ini tidak berani melawan rasa takut?
“Aku akan berjalan di belakangmu untuk menyeimbangkan. Mungkin juga menangkapmu bila terjatuh..”
“HEI!”
Ia tertawa lagi. “Kali ini aku serius. Melangkahlah, aku akan selalu ada di belakangmu.”
Kali ini aku memercayainya dan memutuskan menyeberang perlahan. Ia hanya berjarak dua langkah di belakangku.
“Kau tahu, terkadang hidup seperti menyeberang jembatan ini. Tidak kokoh, tapi mungkin kita harus melewatinya untuk menemukan harapan baru. Janji-janji baru, kesempatan baru. Dan untuk itu, kita perlu keberanian.”
“Tidak selamanya ada yang akan mendukungmu di belakang. Maka, kau juga perlu keyakinan dan rasa percaya diri. Bila ternyata yang kau temukan tak sesuai harapan, jangan lekas kecewa.”
“Masih banyak jembatan lain yang bisa kau seberangi. Masih banyak mimpi yang bisa kau raih.”
“Apakah kau akan ada di belakangku jika aku menyeberang lagi?”
“Mungkin tidak di belakang, melainkan di samping.” Sambil berkata begitu, ia menyalip langkahku.
Kami sampai di seberang. Sang Raja sudah masuk ke dalam hutan bersama dua pengawal lainnya. Aku memutuskan segera masuk, bergabung dengan mereka. Mungkin ia benar, menyeberang tidak selalu seseram yang dibayangkan. Mungkin juga ia benar, masih ada harapan baru yang bisa diraih dengan menyeberang.
Tetapi Semesta, mengapa mendadak jantungku berdegup cepat?
0 Comments:
Post a Comment