Saturday, April 2, 2016

Cerita Putri Pena: Bertemu

Tadi, aku bertemu dengannya. Siapa lagi? Masih perlu kusebutkan?
Dalam pertemuan itu, ia tetap gagah seperti biasa. Bahkan pembawaannya terlihat lebih dewasa dibandingkan terakhir kali kami bertemu. Ia tersenyum menyapaku ketika aku mempersilakannya masuk ke dalam paviliun. Cuaca yang cerah, Ksatria Tak Berkuda, bagaimana mungkin aku tidak bersyukur?

Rupanya, ia tidak sendirian. Ada seorang putri kecil yang ikut bersamanya. Benar-benar masih kecil dan sepertinya putri ini haus akan pengetahuan. Ketika aku mengobrol dengan sang Ksatria, beberapa kali ia memotong untuk menanyakan benda-benda yang ada di paviliunku. Ia lucu dan menggemaskan. 
“Putri salah satu menteri,” cerita Sang Ksatria. Hari itu ia mendapat tugas mengajaknya bermain. Entah mengapa, putri kecil itu memang terlihat sangat akrab dengan sang Ksatria. Oh tenanglah, aku tidak akan cemburu. Bukankah pemandangan ini bagus, mengingat ia biasanya bersikap dingin tetapi kali ini dapat hangat terhadap anak kecil?
Sungguh, rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu langsung dengannya. Meski, syukurlah, setiap hari kami masih berkirim surat, tidak ada yang bisa mengalahkan perasaan bahagia ketika melihatnya langsung. Senyumnya, candanya, tawanya, dinginnya… semuanya. Semuanya masih sanggup membuat perutku terasa diisi ratusan kupu-kupu.
“Aku harus pulang. Ia tidak boleh kembali terlalu sore,” pamitnya sambil mengajak putri kecil itu kembali. Aku mengangguk mengiyakan. Walaupun singkat, tetap berkesan. Saat-saat bersamanya selalu berkesan. Semesta, terima kasih untuk…
“Putri! Putri! Kau ada di dalam?” seseorang mengetuk paviliunku dengan keras. Akupun tersadar. Astaga, tadi aku hanya bermimpi!
“Ya, maaf membuatmu lama menunggu,” kataku pada Putri Tutur. Aku memohon waktu sebentar untuk bersiap kemudian kami akan pergi ke Hutan Hijau.
Sambil bersiap, aku kembali teringat mimpiku tadi. Semua itu terasa begitu nyata. Bahkan ketika putri kecil itu meminta duduk di pangkuanku beberapa saat dan ikut menyimak percakapanku dengan sang Ksatria.
Astaga, astaga.
Apakah aku terlalu merindukannya?
Apakah ia tahu aku merindukannya?
Kalau iya, mengapa ia memilih datang melalui mimpi? Bukankah kabarnya ia sedang mengunjungi Hutan Hijau?
Kalau tidak… Baiklah.
Aku tidak tahu harus menulis apa lagi.

0 Comments:

Post a Comment