“Kadang, kita tidak bisa mendapat semua keinginan dalam waktu bersamaan. Perlu ada yang dikorbankan, dilepaskan, dihilangkan, apapun itu. Percayalah, dengan usaha keras dan keyakinan kuat, pengorbanan itu tidak sia-sia dibandingkan dengan hasil yang didapat.”
Begitulah salah satu nasihat Sang Ratu yang kuingat hingga kini. Saat itu, ia mengatakannya ketika aku sedang menjalani serangkaian pelatihan menjadi calon ratu muda Kerajaan Tulis.
Kau tahu mengapa cerita kali ini hanya kuberi judul satu huruf saja? Begini kisahnya.
Sore itu, aku berjalan seorang diri menuju Hutan Hijau. Mendapat penolakan kedua kalinya untuk membuat kitab membuatku berada di titik terendah. Aku tidak mau mengadu, tapi aku pun takut, kalau kupendam sendiri, bisa-bisa aku menjadi gila.
Tiba-tiba saja, seseorang mendekatiku. Kurasa ia peri karena ada sepasang sayap halus di punggungnya. Ternyata, ia memperkenalkan diri sebagai ‘salah satu bidadari Kahyangan.’
Kami berbincang. Entah mengapa, ia cepat akrab denganku. Atau memang ia selalu begitu dengan setiap manusia yang ditemuinya? Bidadari itu menceritakan kehidupannya di Kahyangan. Tentang para dewa, apa yang mereka kerjakan, dan lainnya.Cerita yang menarik. Sampai ia mengajakku ikut ke Kahyangan.
Selanjutnya, semua berjalan begitu cepat. Hanya berpamitan singkat pada sang Raja dan Ratu, aku ikut ke Kahyangan. Meninggalkan sejenak kehidupanku di Kerajaan Tulis. Menghentikan sejenak pemikiran tentang kitab. Merelakan kehilangan waktu bersama para sahabatku.
Kehidupan di Kahyangan menyenangkan. Sebagai manusia, aku menyukainya. Segalanya serba teratur. Para Dewa yang selama ini dianggap sebagai sosok yang dingin ternyata juga bisa menyapa manusia sepertiku, yang bahkan baru pertama kali itu berada di wilayah mereka. Aku bahkan diajak ke tempat selama ini para dewa memerhatikan aktifitas manusia.
Kahyangan memang membahagiakan. Tapi ternyata, akupun tidak bisa melupakan Kerajaan Tulis. Jadi, saat ada waktu luang di Kahyangan, aku mencoba menyusun kitab lagi. Sesekali akupun meminta ijin kembali ke bumi sampai akhirnya penulisan kitabku diterima para tetua Kerajaan Tulis.
Nasihat Sang Ratu itu kembali terngiang. Dan, mungkin aku beruntung, Semesta pun sepertinya mendukungku untuk turun kembali ke bumi.
Oh, kau ingin tahu apa saja yang kulakukan di Kahyangan? Biarlah itu tetap menjadi rahasiaku. Satu hal, hidup di sana memang menyenangkan, tetapi rupanya aku lebih mencintai kehidupanku sebelumnya di Kerajaan Tulis. Kalau masih penasaran, cobalah berjalan-jalan ke Hutan Hijau. Siapa tahu di sana kau akan bertemu bidadari yang dulu menemuiku dan mengajak tinggal di tempatnya.
Jadi, aku melepaskan kesempatan hidup di Kahyangan sebagai calon Dewi. Ya, kali ini aku tidak boleh tergoda lagi. Ketika kembali ke Kerajaan Tulis, mungkin kau akan lebih banyak melihatku di dalam paviliun. Aku ingin berkonsentrasi menyelesaikan kitab sebagai persembahan terakhirku untuk Kerajaan Tulis. Persembahan untuk sang Raja dan Ratu yang telah berbuat begitu banyak kebaikan bagiku. Persembahan untuk para sahabat yang selalu setia menemaniku. Persembahan untuk semua orang baik yang sekedar tersenyum tulus padaku.
Terima kasih untuk segala kesempatan indahnya, wahai para dewa Kahyangan. Terima kasih telah memberi pengalaman berharga untukku, Putri Pena dari Kerajaan Tulis.
0 Comments:
Post a Comment