Monday, February 22, 2016

"Pay for Plastic" atau "Pay for Environment"?

Bagi para pejuang lingkungan di Indonesia, boleh jadi tanggal 21 Februari 2016 lalu menjadi salah satu hari bersejarah dalam perjalanan perjuangan mereka: Pemerintah RI akhirnya mengeluarkan kebijakan #Pay4Plastic. Sederhananya, kebijakan ini berarti konsumen -- di beberapa wilayah yang menjadi uji coba kebijakan ini -- harus membayar per lembar plastik yang dia gunakan khususnya kalau berbelanja di ritel-ritel besar.

Kota tempat saya menghabiskan cuti sekarang (juga tempat tumbuh kembang mengumpulkan pengalaman) yaitu Bandung menjadi salah satu wilayah uji coba ini. Sebagai warga percobaan, saya sudah mengalaminya tadi sore ketika membeli buku di Gramedia TSM. Di kasirnya tercantum 'pengumuman' mengenai kampanye ini dan sebelum membayar sang kasir pun bertanya dengan ramah, "Saat ini penggunaan plastik sudah berbayar 200 rupiah, mau tetap pakai?" Berhubung tadi hanya membawa tas tangan dan buku yang dibeli lebih dari satu, saya mengiyakan.

Saya jadi teringat  pengalaman beberapa tahun lalu ketika kebijakan #Pay4Plastic ini belum disahkan. Dulu, saya cukup sering mampir ke Gramed-depan-BIP (yang tinggal di Bandung tau lah ya hehehe) sekedar beli satu komik kalau Conan terbaru terbit. Suatu ketika, saya hanya membeli satu komik dan menolak menggunakan plastik. Selain kebetulan tas saya cukup besar, toh yang dibeli juga cuma satu komik kecil. Alih-alih Mba Kasirnya senang karena stok plastiknya nggak berkurang, dia malah menjawab, "Diplastikin aja ya Mba, soalnya suka diperiksa satpam kalau nggak pakai plastik." Lah? 😒 Saya sempat berargumen dengan Mbanya, berusaha untuk menolak, dan bilang bahwa saya akan menyimpan bukti pembeliannya kalau ditanya satpam. Si Mba juga tetap keukeuh memberikan plastik dan daripada tambah ribet, akhirnya komik saya dimasukkan ke plastik. 😒😒😒

Oke, balik lagi ke kampanye yang lagi booming ini ya. Awalnya, yang saya tau adalah gerakan #DietKantongPlastik yang digagas oleh Greeneration Indonesia a.k.a GI. Itupun tau setelah saya keterima 'magang liburan' di sana selama beberapa bulan hehehehe. Sebagai pencetus gerakan peduli lingkungan ini, GI menawarkan solusi yaitu menggunakan kantong plastik berkali-kali pakai alias reusable bag. Yang bahannya kuat dan nggak mudah rusak. Mereka bahkan juga punya produk reusable (and fold-able!) bag yang praktis dan membuat penggunanya tetap stylish.

Sejujurnya, saya pribadi lebih setuju dengan gerakan #DietKantongPlastik dibandingkan #Pay4Plastic. Dengan 'diet', konsumen diajak menghemat atau menggunakan plastik dengan bijak. Sementara kalau ada embel-embel 'pay'nya kok malah terkesan... konsumtif? Apalagi tadi setelah mendengarkan talkshow di salah satu radio swasta Bandung dengan dosen lingkungan yang ditanya "Apa harapannya dengan adanya kebijakan ini?"

Entah bercanda dulu atau tidak, dosennya menjawab, "Ya harapannya, nanti di bukti pembayaran itu tercetak berapa rupiah yang kita keluarkan untuk menggunakan plastik." 😞 Walaupun setelah itu sang dosen memberi penjelasan tambahan tentang harapan ke depan yang tentunya berdampak pada upaya pelestarian lingkungan, tetap saja pernyataan tadi kemudian membuat saya greget ingin mencari tahu beberapa jawaban lagi:

Kenapa 'hanya' Rp 200,00? Tapi di Balikpapan mah Rp 1.500,00 sih :))

Lalu, untuk apa nantinya keping-keping yang terkumpul dari membeli-kantong-plastik itu? Apakah diserahkan ke pemerintah untuk mengelola lingkungan dengan benar..atau menjadi penghasilan tambahan bagi pemilik usaha?

Sejauh apa komitmen para pelaku usaha yang sudah ikut menerapkan kebijakan ini? Sekedar 'penggugur kewajiban' atau memang tulus ingin ikut berupaya melestarikan lingkungan?

Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang random terlintas nantinya.

Setelah merantau ke Bontang, saya jadi tertarik dengan kebijakan terkait penggunaan kantong plastik yang diterapkan Badak LNG di minimarket dalam kompleknya.

Badak LNG, perusahaan penghasil gas alam cair terbesar di Indonesia ini, menerapkan kebijakan untuk tidak menyediakan kantong plastik di minimarket Tojasera yang berlokasi di dalam kompleknya. Solusinya, mereka menyediakan tas belanja reusable seharga Rp 2.000,00 untuk ukuran kecil dan Rp 4.000,00 untuk ukuran besar. Bagi konsumen yang berbelanja banyak (misalnya belanja bulanan), mereka menawarkan kardus bekas gratis untuk wadah belanjanya. Jadi, yang 'dijual' adalah reusable bag-nya yang bisa dipakai berkali-kali dan awet, bukan kantong plastiknya yang awet dipakai juga tapi berbahaya dalam mencemari lingkungan.

Ketika pertama kali berbelanja di Tojasera, saya dan teman-teman kaget dengan kebijakan ini. Banyak barang yang dibeli, sementara tas yang dibawa minim. Maklum, selama ini kepedean pasti bakal disediakan kantong plastik sama penjualnya hehehe. Lama kelamaan, kesadaran untuk membawa tas belanja sendiri mulai terbentuk. Minimal memang kalau ingin ke Tojasera aja sih..

Dari kebijakan itu, setidaknya ada tiga manfaat yang bisa diperoleh kalau diterapkan secara konsisten, baik oleh konsumen maupun penjual.

Pertama, mengubah gaya hidup konsumen menjadi suka menyiapkan reusable bag kalau sewaktu-waktu perlu membeli atau membawa sesuatu.

Kedua, perubahan gaya hidup menjadi ramah lingkungan akan berdampak positif pada alam sekitar. Lebih bersih, sehat, mengurangi sampah untuk generasi mendatang, mencegah musibah akibat sampah, dan masih banyak lagi.

Ketiga (dan bonus), menjadi sarana promosi tidak langsung buat penjual. Reusable bag-nya kan bisa didesain sederhana, hanya menampilkan logo tokosaja misalnya. Pemasukan tambahan dari 'penjualan' reusable bag ini juga menambah keuntungan tersendiri. Atau lebih okenya lagi, bisa digunakan untuk kampanye lingkungan di bidang lain (misalnya penyelamatan satw langka! :( )

Lalu, gimana kalau reusable bag-nya jadi nggak laku karena konsumen sudah memilih membawa kantong belanjanya sendiri? Selamat, kampanyenya berhasil! 😊

Di balik beragam pro kontra yang beredar mengenai kebijakan #Pay4Plastic ini, saya tetap mendukung kok. Sebagai uji coba, kampanye ini cukup bagus membuka wawasan dan meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai bahayanya kantong plastik. Apalagi kalau niat kampanyenya memang untuk melestarikan lingkungan. Anggap saja dengan sekali membayar kantong plastik -- atau sekali berdiet kantong plastik --saat berbelanja maupun membawa barang, kita juga sekaligus 'membayar' kehidupan yang lebih baik untuk masa depan dan generasi mendatang.



1 comment:

  1. memang terlau murah pelanggan akan tetap pakai plastik krn harganya msh terjangkau

    ReplyDelete