Aku kembali bertemu dengannya di Hutan Hijau pada suatu hari. Bukan karena tersesat seperti sebelumnya. Saat itu aku memang sengaja mengadakan pertemuan kecil dengan sahabat-sahabatku dari kerajaan lain yaitu Putri Citra, Putri Syair, dan Putri Sajak. Entah keterlambatan pengiriman surat atau memang sang Ksatria baru mengirimnya beberapa saat sebelum aku bertemu sahabat-sahabatku, surat darinya baru aku terima ketika sudah berada di Hutan Hijau. Senang bercampur gugup menjadi satu. Tentu sahabat-sahabatku sudah kuberi tahu tentang sang ksatria yang kurindukan itu. Maka dari itu, mereka juga tampak antusias saat aku secara tidak sengaja bertemu dengan Ksatria Tak Berkuda lagi.
Pada pertemuan pertama kami sejak sama-sama harus bertahan hidup di Hutan Hijau, Ksatria Tak Berkuda terlihat tidak terlalu banyak berubah. Badannya nampak tegap dan sehat, wajahnya juga masih terlihat dingin. Satu hal yang aku suka saat itu, ia juga masih sama seperti ketika kami tinggal di Hutan Hijau.
Seperti yang sudah kukatakan, perasaanku saat itu senang bercampur gugup. Seperti baru pertama kali mengenalnya. Padahal aku tahu, kami sudah cukup mengenal satu sama lain. Setelah mengenalkannya pada sahabat-sahabatku, mereka mempersilakan kami ‘bernostalgia’ di Hutan Hijau.
Ia menceritakan banyak hal tentang hidupnya (walau beberapa dari cerita itu sudah aku ketahui dari surat-suratnya) dan setia mendengarkan cerita-ceritaku. Ia masih mengingat hal-hal yang sering kami bicarakan dalam surat kami. Ia masih seorang ksatria dari Negeri 1000 Dagang yang membuatku nyaman bila berada di sampingnya.
Ingin rasanya menyuruh sang waktu memperlambat jalannya atau menghentikannya sejenak. Namun, aku tahu itu tidak mungkin. Maka, ketika sang pemberi energi mulai terbenam,kami memutuskan untuk mengakhiri 'nostalgia’ ini. Sahabat-sahabatku pun nampaknya sudah harus kembali ke kerajaannya masing-masing. Sambil menatap punggung sang Ksatria yang mulai berjalan menjauh, diam-diam aku berdoa agar kami masih bisa bertemu kembali.
0 Comments:
Post a Comment