Saturday, March 12, 2016

Cerita Putri Pena: Surat untuk Sang Raja

Selamat malam Sang Raja, apa kabar? Mungkin Kau akan terkejut menerima suratku karena kita jarang berkomunikasi seperti ini.Tapi, ada hal yang sangat ingin kusampaikan padamu saat ini.
Baiklah. Langsung saja. Bisakah aku segera mengakhiri pengasingan ini?

Maafkan jika aku kurang sopan dan tak mengenal basa-basi. Sungguh, hanya itu yang paling kuinginkan saat ini.
Sang Raja, Kau tentu pernah mengalami masa pengasingan sepertiku ketika masih muda. Kau mungkin juga tahu segala cobaan dan rintangan yang harus diselesaikan. Dan aku percaya, Kau pasti dapat menyelesaikannya dengan baik.
Hari-hariku di pengasingan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di Kerajaan Tulis. Menulis, menulis, dan menulis. Sesekali melukis. Berkunjung dari satu tempat ke tempat lain. Berbincang dengan satu orang ke orang lain. Begitu seterusnya.
Mungkin semua itu akan terasa sedikit ringan jika aku tidak dihadapkan pada Nenek Sihir sebagai guruku. Entahlah, hingga kini aku masih belum bisa bersimpati padanya. 
Sebenarnya, di pengasingan ini aku tidak terlalu merasa terasing. Terima kasih karena kau paling banyak mengutus pangeran dan putri untuk berjuang bersamaku di sini. Namun, semakin hari rasanya semakin sulit berkumpul dengan mereka. Bahkan untuk sekedar sejenak berbagi cerita.
Terima kasih pula karena tempat pengasingan ini masih memungkinkan Ksatria Tak Berkuda bertemu denganku. Meskipun tidak setiap hari, seperti sangkaan banyak sahabatku. Tapi toh kami masih bisa berkirim surat setiap hari dengan lancar.
Jadi, apa yang sebenarnya kukeluhkan?
Sesungguhnya, aku tidak ingin mengeluh, Sang Raja. Seperti salah satu nasihatmu, mengeluh hanya membuat masalah terasa semakin berat. Atau seperti petuah Sang Ratu, jalani dan nikmati. Ya, aku pun masih berusaha mencoba menikmati pengasingan ini.
Tapi Sang Raja, bolehkah aku segera mengakhiri pengasingan ini? 
Aku rindu suasana Kerajaan Tulis. Menikmati pagi dengan kicauan burung, bukan teriakan perintah. Berkumpul dengan para sahabat dan berbicang hangat, bukan hanya melihat dan menyapa tak sempat.
Aku rindu menikmati waktu bersama Ksatria Tak Berkuda. Di mana aku dan dia dapat berjalan-jalan, bercerita, bercanda, tertawa.. semuanya. Tanpa dihantui perintah Nenek Sihir yang bisa datang sewaktu-waktu. 
Aku rindu diriku yang dulu. Menulis apa yang kusuka, tertawa lepas, mempelajari banyak hal tanpa terpaksa.
Sungguh, aku merindukan semua itu. Bahkan terkadang aku rindu perintah-perintah ‘ajaib'mu kepada kami, para putri dan pangeran Kerajaan Tulis.
Jadi Sang Raja, bolehkah aku segera mengakhiri pengasingan ini?

0 Comments:

Post a Comment