Wednesday, March 23, 2016

Cerita Putri Pena: Putri Sajak #1

Kerajaan Tulis gempar. Salah seorang ratu muda kebanggaan kami memutuskan untuk segera menyelesaikan pendidikan calon raja dan ratu agar bisa hidup di luar kerajaan.
Pagi itu, aku berencana menghadap sang Raja. Ada beberapa pangeran dan putri yang berniat sama denganku. Masa pengasingan kami memang sudah selesai sehingga harus melanjutkan kembali pendidikan di Kerajaan Tulis. Sebelum menghadap, aku makan pagi bersama mereka di paviliun Barat.
“Kudengar, Putri Sajak akan segera meninggalkan Kerajaan Tulis,” kata Putri Tutur membuka percakapan. Seperti biasa, ia selalu membawa topik yang membuat pendengarnya langsung menghentikan aktifitas mereka dan menyimak perkataan selanjutnya.
“Ia sedang menyusun sebuah kitab tentang dunia sajak sebagai persembahan terakhirnya bagi Kerajaan Tulis,” lanjut Putri Tutur.
Bisa ditebak, menu makan pagi kami kemudian terasa hambar. Mendengar Putri Tutur bercerita mengenai Putri Sajak lebih menarik.

Putri Sajak adalah salah satu putri terbaik yang dimiliki Kerajaan Tulis. Dalam mengikuti pembelajaran dari paman dan bibi pengajar, ia hampir selalu mendapat nilai tertinggi. Begitu pula saat menjalani pembekalan sebagai ratu muda, ia selalu menyelesaikan seluruh tugasnya dibandingkan kami.
Pada hari pembelajaran terakhir sebelum pengasingan, beberapa paman dan bibi pengajar memberikan pelajaran mengenai masa depan. Aturan di Kerajaan Tulis memang mengijinkan para pangeran dan putrinya memilih jalan hidup mereka masing-masing setelah dianggap dewasa dan menyelesaikan seluruh pembelajaran yang diberikan termasuk menjadi raja dan ratu muda. Dan sebagian besar dari kami, para pangeran dan putri, belum menentukan masa depan yang akan kami hadapi.
Jadi, Putri Sajaklah orang pertama yang berani menentukan masa depannya. Dalam kesehariannya yang tenang, ternyata ia mampu membuat keputusan yang mengusik ketenangan pagi di Kerajaan Tulis.
“Jadi, jika kitab yang sedang disusunnya sudah selesai, ia bisa segera meninggalkan kerajaan?” tanya putri Dongeng.
“Pengadilan Kerajaan yang memutuskan. Jika Sang Raja, Hakim Agung, serta para tetua kerajaan menerima persembahannya, ia bisa melepas gelar keputriannya dan menjalani hidup baru di luar sana,” jelas Putri Tutur. Aku hanya menyimak. Kadang heran juga, dari mana ia bisa mendapat kabar hangat seperti ini.
“Aku akan segera mengikuti jejaknya!” ujar Pangeran Filsafat tiba-tiba. Bahkan sahabatku yang biasanya tenang itu pun menjadi terlihat sangat berambisi.
Pernyataan Pangeran Filsafat langsung diikuti para pangeran dan putri yang lain termasuk aku. Seketika, kami terlibat dalam diskusi mengenai masa depan. Meski serius, terkadang ada canda terselip dalam diskusi ini.
Matahari semakin meninggi. Kami masih asyik berdiskusi. Lupa sudah pada tujuan utama setelah makan pagi bersama: menghadap Sang Raja.

0 Comments:

Post a Comment