Belakangan ini, tidurku sering dihiasi mimpi. Dengan tokoh-tokoh yang sama, tapi jalan cerita yang berbeda. Sang Ksatria dan para sahabatku.
Yang pertama dan paling sering hadir dalam mimpiku beberapa hari ini adalah Ksatria Tak Berkuda. Biasanya, ia mengunjungiku dalam mimpi jika kami tak bisa bertemu dalam jangka waktu yang lama. Kedatangannya ke mimpiku ini cukup aneh mengingat baru beberapa hari yang lalu kami bertemu di Hutan Hijau.
Mimpiku tentangnya beragam. Kadang bermimpi melihatnya tertawa sambil menceritakan sesuatu padaku. Di lain hari, aku bermimpi ia mengajak berpetualang ke negara jauh, suatu tempat yang belum pernah kami kunjungi, selama beberapa hari. Dan wajahnya begitu bersemangat. Pernah juga aku bermimpi hanya bisa melihatnya tertidur pulas, seperti kelelahan akan sesuatu.
Lain lagi jika aku bermimpi tentang para sahabatku di Kerajaan Tulis. Mereka hadir bersamaan, membawa keceriaan. Kami bersenda gurau di taman kecil dekat gerbang kerajaan. Berbagi cerita, suka duka, apa saja, semuanya. Kami bermain bersama. Tidak ada gangguan apapun dari paman atau bibi pengajar, bahkan Sang Raja.
Aku bukan seseorang yang gemar menafsirkan mimpi dan mempercayainya. Bagiku, mimpi hanya sekedar bunga tidur, penghias waktu istirahat atau refleksi sesuatu yang pernah terjadi atau dipikirkan. Tapi, mengapa akhir-akhir ini aku sering sekali bermimpi mengenai Ksatria Tak Berkuda dan sahabat-sahabatku?
Ternyata, tadi pagi salah satu jawabannya datang. Dalam suratnya, sang Ksatria menulis sepertinya ia terkena demam musim semi. Penyakit yang juga sedang menyerang Kerajaan Tulis, bahkan sempat mengenai sang Ratu. Meski daya tahan tubuhnya menurun, ia tetap mencoba menjalankan tugas-tugasnya sebagai ksatria Negeri 1000 Dagang seperti biasa.
Jawaban lain datang dari salah satu sahabatku. Ia mengirim surat langsung dari tempat pengasingannya. Kulihat tanggalnya, nyaris seminggu yang lalu. Sepertinya tempat pengasingannya memang benar-benar sangat jauh dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapainya dari Kerajaan Tulis. Dalam suratnya, sahabatku itu lebih menceritakan suka duka yang ia alami selama pengasingan.
Wahai Semesta… Aku tahu, aku tidak mungkin bisa membuat diriku berada di banyak tempat sekaligus. Menjalankan kewajiban sebagai seorang putri Kerajaan Tulis, mendampingi dan merawat sang Ksatria (meski mungkin ia tidak memerlukan, entah mengapa aku ingin melakukannya), sekaligus menikmati hari-hari indah bersama para sahabat, berkelana ke berbagai negara.
Tapi setidaknya, bisakah Kau membantuku untuk tetap bisa berhubungan dengan mereka? Dengan tetap saling mengirim kabar melalui surat, dengan menceritakan banyak hal, dengan tetap menyatukan hati. Dengan tetap mendekatkan jiwa, sejauh apapun jarak sedang memisahkan. Dengan demikian, mungkin aku tidak akan terlalu merasa kesepian di sini.
Kumohon, bantu aku Semesta.
0 Comments:
Post a Comment