Sunday, March 6, 2016

Cerita Putri Pena: Kejutan

Menurutku, hanya ada dua jenis kejutan di dunia ini: kejutan yang menyenangkan dan kejutan yang tidak menyenangkan. Sebuah kejutan akan menjadi menyenangkan jika sang penerima menerimanya dengan senang hati, begitu pula sebaliknya.
Dan hari ini, aku beruntung mendapat kejutan yang menyenangkan.
Jadi, di siang yang cerah tadi, nyaris seharian aku berada di dalam paviliun. Bukan karena tugas, Sang Raja sedang berbaik hati tidak memberikannya beberapa hari belakangan. Aku berada di paviliun untuk bertemu ksatria tak berkuda. Melalui surat-surat tentunya.
Ksatriaku tersayang (ijinkan aku menulisnya seperti itu ya!) memiliki seseorang yang khusus ditugaskan untuk mengantarkan surat-surat kami. Jika dulu aku bisa harus bersabar hingga berminggu-minggu menunggu balasan, kini dalam sehari pun kami bisa berkirim surat berkali-kali.
Kecepatan berkirim surat ini sangat membantuku mengobati kerinduan terhadapnya. Sudah berminggu-minggu aku tidak bisa bertemu Ksatria Tak Berkuda secara langsung. Mungkin Semesta sedang menyiapkan rencana indahNya sehingga ia menunda pertemuan kami.
Sebuah rencana indahpun sebenarnya sedang kupersiapkan bersama Ksatria Tak Berkuda. Ia pernah berkata akan mengajakku ke sebuah tempat rahasia di Hutan Hijau yang menurutnya pasti kusuka. Konon, tempat itu memiliki padang bunga yang luas, pepohonan yang rindang, serta danau yang diyakini para tetua sebagai pemandian bidadari. Aku terpesona membaca ceritanya dan sudah tak sabar ingin mengunjungi tempat yang tidak mau ia sebutkan namanya itu. 
Sayangnya, Sang Ksatria memilih untuk menunda mewujudkan ajakannya. Baiklah, mungkin Semesta belum siap mempertemukan kami kembali secara langsung. Sayangnya lagi, aku belum memiliki cukup keberanian untuk mengungkapkan betapa sebenarnya aku sangat merindukan Ksatria Tak Berkuda. Wahai Semesta, Kau masih mau membantuku menyampaikan salam rindu ini padanya, bukan?
Belum selesai menulis surat balasan ketujuh untuk Ksatria Tak Berkuda hari ini, aku mendengar suara derap kuda berjalan mendekati taman. Suara itu… sepertinya kukenal… tapi, benarkah… benarkah…
Benar! itu Ksatria Tak Berkuda! Di halaman paviliunku!
Aku mengintip sekali lagi melalui celah pintu untuk memastikan penglihatanku tidak salah. Benar, itu Ksatria Tak Berkuda. Ksatria yang kurindukan. Ksatria…ku.
Pintu kamarku diketuk. Perlahan aku membukanya dan melihat sosok ksatria gagah berdiri di hadapanku. Lengkap dengan senyum khasnya yang selalu bisa menenangkan.
“Halo, Putri!” salamnya. 
“Hai!” balasku riang, menyembunyikan rasa terkejut sekaligus senang karena tak menyangka ia akan mendatangiku seperti ini.
“Ambillah. Kau belum makan apa-apa sejak pagi bukan? Aku tidak ingin kau sakit,” Ksatria Tak Berkuda menyerahkan sebuah bungkusan berwarna merah hati. 
Sedikit gugup aku menerimanya. Wah, ini makanan kesukaanku! Dari mana ia tahu perutku sudah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu?
“Terima..kasih…Ksatria…” jawabku malu-malu. Segera aku menata makanan di meja sebelum ia melihat mataku berkaca-kaca karena terharu. Semesta, Kau mengirimnya ke sini? Sungguh, terima kasih… 
Sesaat, aku tidak tahu bagaimana harus berkata-kata. Seluruh akal sehatku terpesona melihat salah satu hadiah sederhana dari Semesta ini: cuaca cerah, ksatria yang kusayangi, tiba-tiba datang karena mengkhawatirkan keadaanku.
Tapi seperti biasa, menghabiskan waktu bersama Ksatria Tak Berkuda selalu menyenangkan. Di balik ketenangan penampilannya, ia menyimpan banyak hal menarik untuk diceritakan.
Semesta, aku tidak tahu apakah aku bisa membalas kejutan indahmu ini. Ingatkan aku untuk selalu bersyukur kepada-Mu, Semesta. Atas kehadiran Ksatria Tak Berkuda dalam hidupku. Dan ijinkanlah kami untuk saling menjaga, Semesta. Terima kasih. 

0 Comments:

Post a Comment