Monday, March 7, 2016

Cerita Putri Pena: Kiriman Semesta

lagi-lagi sang raja memberi tugas yang tidak biasa kepada kami, para pangeran dan putri. kali ini, ia meminta kami melakukan perjalanan ke berbagai belahan dunia dan menuliskan kisah mengenai hal-hal yang kami temukan di sana. mungkin aku sedikit beruntung karena sang raja mengirimku dan dua orang putri lainnya ke perbatasan negeri 1000 dagang bagian utara.
konon, daerah perbatasan tersebut masih sangat berbahaya. selain masih cukup primitif, penduduknya tidak suka menerima orang asing. apalagi seorang pangeran atau putri dari luar negeri 1000 dagang. 

seperti biasa, aku menceritakannya pada ksatria tak berkuda melalui surat. ia pun membenarkan bahwa perbatasan utara, begitu ia menyebutnya, memang wilayah yang paling menyeramkan dibandingkan wilayah lainnya di negeri 1000 dagang. penduduknya tidak akan segan menghilangkan nyawa siapapun yang dianggap mengganggu mereka. bahkan, tulis sang ksatria, jangan terkejut bila kau melihat seorang anak yang masih sangat kecil sudah dibekali panah.
aku hanya bisa membayangkan sambil berdoa supaya bisa mengerjakan tugas ini dengan baik. jangankan ke perbatasan utara. menjelajah negeri 1000 dagang seorang diri pun aku tidak mau! kabar menyedihkan lainnya adalah sang ksatria tidak bisa menemaniku karena iapun memiliki tugas penting dari rajanya.
jadi, aku harus berjuang sendiri kali ini. maksudku, bertiga, bersama dua putri lainnya. berbekal keberanian dan percaya diri seadanya, kami menuju perbatasan utara negeri 1000 dagang.
sungguh, apa yang kami lihat di perbatasan utara benar-benar berbeda dengan bayangan kami sebelumnya tentang daerah ini. bersama putri sastra dan putri syair, kami menyusuri perbatasan utara dan siap menulis hal-hal menarik yang kami temukan. sesekali kami menyempatkan diri berkenalan dengan penduduk asli untuk mengetahui kehidupan mereka sebenarnya.
pada dasarnya, penduduk asli perbatasan utara ini tidak jauh berbeda dengan penduduk negeri 1000 dagang lainnya. hanya karena tempat tinggal mereka di perbatasan, mereka merasa terasingkan oleh pemerintahan negeri 1000 dagang. mereka hidup sangat sederhana, hanya mengandalkan apa yang diberikan oleh alam. padahal, negeri 1000 dagang adalah salah satu negeri maju di kawasan duni barat.
tidak terlihat senjata apapun yang menempel di tubuh mereka saat kami dekati. anak-anak mereka pun bermain riang tanpa merasa takut akan kehadiranku dan dua sahabatku.
“penduduk perbatasan utara adalah para pemburu hebat, tetapi kami hanya membawa peralatan berburu saat masuk ke hutan atau meninggalkan daerah ini. setiap orang setidaknya memiliki satu ‘mata elang’, batu yang salah satu ujungnya sudah diasah menjadi sangat tajam. selain untuk memburu hewan, kami tidak segan memburu manusia pengganggu,” tutur kepala suku. aku dan kedua sahabatku tertegun dan berusaha tidak terlihat takut saat mendengar ceritanya. dalam hati, aku terus memanjatkan doa kepada semesta agar aku dan kedua sahabatku selalu dilindungi olehnya.
sampai matahari kembali ke peraduannya, kami masih di perbatasan utara. padahal sang raja sudah mengingatkan untuk meninggalkan daerah berbahaya itu sebelum hari gelap. namun, putri sastra dan putri syair masih terlihat asyik bercerita dengan kepala suku. 
sebelum malam semakin larut, kami akhirnya memutuskan meninggalkan perbatasan utara. ada sebuah penginapan sederhana di dekat pusat pemerintahan negeri 1000 dagang dan ke sanalah kami akan menuju. pemilik penginapan itu sangat ramah kepada penduduk kerajaan tulis karena salah seorang anaknya pernah tinggal di kerajaan kami.
belum jauh meninggalkan perbatasan utara, aku dan kedua sahabatku dikejutkan dengan rombongan berkuda entah dari mana. mereka menghadang jalan, tetapi tidak turun dari kudanya masing-masing.
“naiklah, putri. kami akan mengantarkan kalian,” perintah pemimpin rombongan. aku dan kedua sahabatku tidak berani mendekat. bagaimana jika mereka berniat jahat kepada kami?
tapi tunggu.. sepertinya aku mengenal suara itu..
“ini aku, putri. jangan takut. kemarilah, aku akan mengantarkanmu.”
ksatria tak berkuda! semesta, kau… mengirimnya untukku? aku tidak sedang bermimpi kan?
aku melihat sekilas ke arah kedua sahabatku. wajah mereka pun sama terkejutnya sepertiku ketika mengetahui siapa pemimpin rombongan berkuda itu.
tanpa menunggu diperintah lagi, aku segera naik ke kuda sang ksatria. semesta, sungguh, aku sangat menyayangi ksatria ini!
“dari mana kau tahu aku masih di perbatasan utara?” tanyaku. seingatku, aku tidak memberitahunya aku akan berada di perbatasan utara hingga malam hari. 
ksatria tak berkuda menoleh sekilas sambil tersenyum. “semesta memberitahuku. katanya, putri yang kusayangi membutuhkan bantuanku,” jawabnya. sesaat aku tidak bisa berkata-kata. semesta, bolehkah aku memeluknya?
kami berkuda menembus kedamaian malam negeri 1000 dagang. sepanjang jalan, aku bercerita mengenai perbatasan utara dan ksatria tak berkuda setia mendengarkan. ia sendiri mengaku belum pernah menginjakkan kaki di daerah tersebut sehingga terlihat antusias menyimak ceritaku.
ksatria tak berkuda dan rombongannya benar-benar mengantarkanku dan kedua sahabatku sampai di depan penginapan kami. entah apalagi yang bisa kusampaikan padanya selain terima kasih dan aku benar-benar senang dengan kehadirannya saat itu. orang tepat yang datang di saat tepat. 
terima kasih, ksatria! terima kasih semesta!

0 Comments:

Post a Comment