Tuesday, March 22, 2016

Cerita Putri Pena: Kuda Putih

‘Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar malam ini? Aku akan menjemputmu sebentar lagi.’
Begitulah isi surat sang Ksatria yang aku terima sore tadi. Saat ini aku memang sedang berada di Negeri 1000 Dagang untuk kunjungan kerajaan sebagai utusan dari Kerajaan Tulis.
Ksatria Tak Berkuda mengetahui kedatanganku ini. Sayangnya, kemungkinan kami untuk bertemu sangat kecil karena, lagi-lagi, ia pun sedang mendapat tugas penting dari rajanya. Namun rupanya, Semesta memiliki rencana tersendiri.
Begitulah.

Ketika surat itu sampai, ada perasaan bahagia saat membacanya. Bahagia yang menggelitik, kau tahu? Seperti saat pertama kali sang Ksatria mengajakku. Entah mengapa, pokoknya aku senang sekali.
Belum selesai bersiap-siap, pintu kamarku diketuk. Aku memberi isyarat untuk menunggu sebentar sampai persiapan selesai.
Dan, berdirilah ia.
Ksatria Tak Berkuda. Dengan kegagahan dan senyum kecilnya seperti biasa. Dan.. Seekor kuda putih?
“Untuk tugas kenegaraan kali ini, sang Raja mempercayaiku menunggang salah satu kuda miliknya,” tutur sang Ksatria menjelaskan. “Dan aku ingin mengajakmu menaikinya bersama. Kau mau kan?” Tanpa menunggu ditanya dua kali, aku tersenyum lebar. Mengiyakan. Semesta, rencanamu kali ini pun indah!
Kami menunggangi kuda putih mengelilingi Negeri 1000 Dagang. Sesungguhnya, negara ini terlalu luas jika dijelajahi dalam satu malam. Dan aktifitas penduduknya pun masih ramai di malam hari.
Ksatria Tak Berkuda adalah penunggang yang baik. Ia tahu bagaimana cara mengendalikan hewan yang sering digunakan saat berperang itu. Kuda putih itu pun terlihat menurut ketika diarahkan sang Ksatria.
Sepanjang perjalanan, kami bertukar cerita. Lebih tepatnya, sang Ksatria yang bercerita dan aku mendengarkan. Banyak pengalaman menariknya saat mendapat tugas kenegaraan. Senang sekali melihatnya tetap bersemangat meski mungkin ia kelelahan.
Sayangnya, kami tidak bisa berlama-lama. Sang Ksatria harus kembali menyelesaikan tugasnya. Ah ya, dengan rasa tanggung jawabnya yang tinggi, tentu ia sudah memiliki prioritas tersendiri.
Semesta, terima kasih ya sudah mengijinkan kami bertemu. Meski sesaat, bertemu dengannya selalu menyenangkan. Tolong jaga ia selalu, Semesta. Mudahkanlah ia dalam menjalankan tugasnya. Terima kasih selalu untuk-Mu.

0 Comments:

Post a Comment