Friday, March 4, 2016

Resto Review: Tizi

Di antara beragam tempat kuliner yang ada di Bandung (dan sepertinya akan terus bertambah jumlahnya), saya tetap cinta sama satu restoran ini: Tizi. Pernah dengar?

Nama resto ini pertama kali diketahui ketika saya masih menjadi freelance writer untuk situs yang mereview berbagai hal tentang Kota Bandung (sayang, sekarang situsnya udah tutup deh kayaknya :( ). Berbekal info dari Ibu Bos yang mengusulkan saya mereview resto legendaris itu plus bumbu "Itu tempat pacaran orang-orang jaman dulu", jadilah saya makin penasaran dengan rupa resto dan hidangannya.

Saya akhirnya mengajak teman yang juga menjadi kontributor sebuah media di Bandung. Dengan status masih jadi mahasiswa dan pendapatan yang ala kadarnya saat itu, kami nggak terlalu berharap akan tempat dan rasa hidangan yang akan ditemui sebenarnya. Apalagi kalau dulunya menjadi 'tempat pacaran', harusnya harganya bersahabat dong ya :)).

Perjuangan pertama adalah mencari tempatnya. Clue dari Ibu Bos cuma satu, daerah Simpang Dago, sejajaran MCD tapi masuk lagi. Bahkan di Waze pun belum ada deh kayaknya :)). Alamatnya jelas, Jl. Kidang Pananjung 3. Masalahnya, papan nama jalannya pun nyaris nggak ada dan akhirnya kami menemukan papan petunjuk jalan ke resto itu yang sungguh sederhana.

Saya dan teman bagai menemukan tempat persembunyian yang baru. Kesan pertama kami, resto ini homey sekaliiii! Adem, tenang, cocok buat... menenangkan pikiran :).



Kami lalu semangat memesan menu. Lumayan banyak pilihan, western. Dan ada beberapa menu yang belum pernah didengar sebelumnya.  Belakangan, beberapa menu itu rupanya hidangan khas daerah Eropa seperti Jerman dan Austria.
Buku menunya :3
Saat pertama kali datang itu, kami hanyalah mahasiswa biasa yang masih suka makan nasi padang atau kulineran baru sekitar Ciseke yang harganya masih sangat terjangkau. Maka, betapa terkejutnya kami ketika disodori menu dan melihat harganya: tahun 2013, kisaran harga main course aja udah > Rp 50.000,00 . Mau makan apa? :__))

Kami pun mencoba mencari alternatif lain. Gengsi dong cuma numpang duduk terus pergi lagi karena melihat menu. Pilihan akhirnya jatuh pada nyemil-nyemil cantik pastry-nya yang juga nggak kalah enak. Untung harga pastrynya masih terjangkau, belasan ribu rupiah.

Pastry yang dipesan kala itu~
Sebagai resto yang mempertahankan nuansa tradisionalnya, Tizi menawarkan beragam hidangan Eropa klasik khususnya sebagai main course. Menyantapnya akan membuat kita merasa seperti bangsawan jaman dahulu yang lagi ngobrol cantik dengan sahabat-sahabat!

Rekomendasi saya adalah steaknya, terutama Tenderloin. Sejujurnya saya tipe yang setia, jadi kalau udah suka satu menu, pasti pesan menu yang sama terus...kecuali kalau ada yang menraktir :p

Sirloin Steak with Blackpepper sauce and mashed potato (dulu 2013, masih bisa milih saus steaknya, tahun ini udah nggak ada pilihan)


Tongue with mushroom sauce and fried potatoes (2013)

Dari semua olahan kentangnya, pilihan baked potato sepertinya punya porsi terbesar!
Beberapa menu lain yang bisa dicoba adalah fillet ikan dori yang kata teman saya enak dagingnya plus lembut banget dan Schaschilk, Tizi's Specialities. Hidangan yang susah diucapkan (dan ditulis) ini adalah campuran daging dan sayuran yang disajikan seperti sate barbecue-an. Menurut salah satu pelaku sejarah (baca: Ua yang dulu ternyata sering ke sini di masa mudanya :)) ), hidangan ini memang menjadi favorit sejak jaman dulu.

Price list as per March 2016 :__))
Untuk dessert, yang terbaru saya mencoba Apple Crumble-nya. Ini enak banget deh! Cake rasa apel dengan satu scoop ice cream vanilla dan potongan buah peach. Manis, dingin.



Minuman yang direkomendasikan? Saya tetap cinta sama free flow air putihnya! :)) Sejak pertama kali datang (dan cuma sanggup beli pastry aja) sampai kunjungan ke sekian, saya lebih memilih ditemani air putih pelega tenggorokan. Selain gratis dan bebas nambah, air putih ini rasanya segar seperti diambil langsung dari mata air. Mungkin sugesti juga kali ya karena waktu pertama minum, air ini rasanya nikmat sekali hahaha.

Menurut saya, Tizi ini cocok dikunjungi baik untuk makan siang maupun malam. Konsep tempat makan yang banyak ruang terbuka memungkinkan kita menyantap hidangan ditemani angin semilir. Sayang aja belum ada area larangan merokok sehingga kadang ada pengunjung  (nggak tau diri) yang merokok dan mencemari kesegaran udara sekitar.

Datanglah ke Tizi untuk merayakan sesuatu yang spesial meski terdengar sederhana. Kelulusan, mendapat pekerjaan idaman, atau sekedar menemukan kebahagiaan sederhana. Dan satu tips lagi, ehm, menurut saya tempat ini juga asik deh buat (di)lamar(an).

Simpulan ala mahasiswa lagi nykripsi



2 comments:

  1. wah ini sudah ada sejak aku masih sd, yang punya teman sekolahku. kaalu ada reunian juga selalu di sini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuaah, nitip salam buat ownernya ya, aku ngefans sama Tizi! Hihi. Semoga konsepnya tetap terjaga dan bikin betah terus~

      Delete