Saturday, March 5, 2016

Cerita Putri Pena: Ksatria-Ku

Halo, apa kabar?
Jika kau menanyakan hal itu padaku, aku akan menjawabnya dengan yakin, “sangat baik!” disertai senyuman lebar. Walau kenyataannya, tugas dari Sang Raja seolah tidak pernah berkurang apalagi berhenti untuk diselesaikan. Sangat menyita waktu. 
Sudahlah, lupakan sejenak mengenai kesibukan yang sedang dialami para pangeran dan putri di Kerajaan Tulis. Mungkin suatu saat aku akan menceritakannya padamu. Seberat apapun tugasnya, aku masih bisa menjalani hari-hari dengan riang. Jangan heran jika kau akan sering melihatku tersenyum belakangan ini. 
Sumber kebahagiaan itu adalah Ksatria Tak Berkuda. Kau mengenalnya? Ya, ia ksatria yang nyaris selalu hadir dalam kolomku di Diarium. Jika kau belum mengenalnya, ijinkan aku memperkenalkannya padamu melalui cerita ini. 
Kenalkan, namanya Ksatria Tak Berkuda. Ia seorang ksatria muda dari Negeri 1000 Dagang, sebuah negara maju di bagian barat Kerajaan Tulis. Negara tempatnya tinggal dan Kerajaan Tulis dipisahkan oleh sebuah hutan lebat bernama Hutan Hijau.
Kenalkan, Ksatria Tak Berkuda, Ksatria-ku. Setelah menerima berbagai hadiah indah dari semesta, akhirnya aku dapat memanggilnya seperti itu. Ksatria-ku. Dan ia pun memanggilku dengan panggilan nan menyejukkan: Putri Pena-ku. 
Jangan tanya “bagaimana bisa?” karena aku akan bingung menjelaskannya. Semuanya mengalir begitu tenang. Seperti aliran Sungai Bening yang menyejukkan siapapun yang berdiri di tepinya. Semesta, dengan segenap kuasaNya, telah mengatur segalanya bagi kami. 
Aku selalu suka menghabiskan waktu bersamanya. Jika ia sudah ada di sisiku, segala beban pikiran seakan menghilang sejenak. Tahukah kau, dibalik penampilannya yang gagah dan dingin, ternyata ia ksatria yang menyimpan kehangatan! Bersamanya, aku sering tersenyum lebar atau bahkan tertawa terbahak-bahak.
Selalu ada tingkah atau cerita sang Ksatria yang menyenangkan hatiku. Ia mungkin belum bisa membuat kumpulan sajak seperti para pangeran di Kerajaan Tulis, tetapi sebait kata-katanya kadang sudah mampu membuatku tidak bisa berkata-kata karena terharu. Ia tidak pernah memetik bunga untukku, tetapi suatu hari ia pernah menganyam akar rambat untuk dijadikan gelang dan dipasangkan pada pergelangan tanganku. Dan yang terpenting, sosoknya tidak selalu ada di sisiku, tetapi hatinya selalu menemani hatiku menjalani hari-hari berat di Kerajaan Tulis. 
“Carikan aku seorang Ksatria seperti itu, Putri!” pinta salah satu sahabatku memohon ketika aku sedikit bercerita tentang Ksatria Tak Berkuda padanya. Lihat, bahkan sahabatku pun mengidamkan sosok seperti sang Ksatria!
Banyak sahabat yang mengatakan kisahku dan Ksatria Tak Berkuda seperti dongeng-dongeng yang sering mereka tulis. Tentang hubungan saling menyayangi yang berujung pada kebahagiaan. Aku tersenyum menanggapinya. Diam-diam mengucap syukur pada Semesta dan masih menyimpan doa agar kisah ini bisa berakhir bahagia, seperti juga yang didoakan oleh para sahabatku. 

0 Comments:

Post a Comment