Sunday, July 29, 2018

Pengalaman Melahirkan

"Bu, kok di akta kelahiran aku ditulisnya 'abnormal'? Bukannya aku normal normal aja ya?"

"Ya kan dulu kamu keluarnya setelah dibantu pakai alat.."

Cerita Ibu kemudian terus mengalir mengenai proses kelahiran saya. Cerita yang diulang beberapa kali sampai rasanya saya bisa membayangkan situasi saat itu.

Pengalaman Ibu dalam melahirkan saya secara tidak langsung berpengaruh pada kondisi psikis. Sejak melihat dua garis merah pada test pack dan dinyatakan positif hamil oleh dokter, saya selalu bertanya-tanya, akan seperti apa pengalaman melahirkan nanti?

Untungnya, saya memiliki waktu sekitar sembilan bulan atau 39 minggu untuk menyiapkan segala sesuatunya. Baik fisik, mental, juga material dan finansial agar kelak sang buah hati dapat hidup sehat nan bahagia. Tapi memang, persiapan mentalnya yang lebih banyak sih dibandingkan fisik. Alias, lebih banyak baca teori tentang kehamilan dan persalinan aja dibanding mempraktikannya langsung! :__)))

Contoh nyatanya, saya baru mengikuti senam hamil di usia kandungan memasuki 37/38 minggu. Ini pun sekali-kalinya aja ikut, supaya ada sedikit wawasan saat persalinan nanti. Padahal kata teman saya yang sudah lebih dulu melahirkan, "Semua yang diajarin di kelas senam hamil itu lupa kalo udah masuk ruang bersalin!"

Menurut dokter, HPL saya diprediksi jatuh pada tanggal 17 Juli 2018. Bagus aja sih, jadi bisa mulai mengambil cuti hamil-melahirkan setelah Lebaran. Dan kalau dihitung hari kalender, cuti ini akan berada di masa lagi hectic-hecticnya kerjaan hehehehe. Saya juga bukan pecinta tanggal cantik, jadi mau melahirkan kapan pun oke saja buat saya. Tak perlu dipercepat atau diperlambat kecuali kalau alasannya kesehatan.

Namun diam-diam, saya sering berbisik kepada sang buah hati saat ia masih ada di dalam kandungan. Supaya ia 'keluar' di tanggal 12, tanggal yang sama dengan hari lahir saya. Tentu bisikan ini nggak serius-serius amat, sekali lagi yang terpenting adalah kami dalam keadaan selamat dan sehat saat persalinan, kapan pun tanggalnya.

Semakin mendekati HPL, kecemasan semakin meningkat. Sayangnya, kekhawatiran akan persalinan ini masih diiringi kemageran untuk melakukan berbagai hal yang konon bisa-mempercepat-dan-memperlancar-proses-persalinan. Beberapa kali suami menyarankan untuk mengepel lantai rumah sambil berlutut, tapi saya lebih memilih membersihkan lantai dengan vacuum cleaner. Ketika bisa bangun pagi dan ingin jalan kaki, eh cuaca malah hujan deras. Intinya, level kemageran pun malah meningkat.

Sampai akhirnya, saat yang dinantikan itu muncul. Ketika Ibu dan Ibu Mertua sedang menonton TV di ruang keluarga. Ketika suami dinas ke luar kota selama dua hari. Ketika saya lebih memilih gogoleran di kamar setelah Maghrib karena perut agak mulas.

Seperti biasa, kalau suami dinas kadang saya suka nitip 'oleh-oleh'. Malam itu, sambil gogoleran pun kami saling berkirim WA untuk mengupdate kabar. Saya masih sempat nitip beberapa komik dan novel, sementara suami menanyakan kabar sang buah hati kami diiringi pesan, "Nanti keluarnya nunggu Ayah ya, Sayang..."

Rasa mulas muncul timbul tenggelam. Kontraksi palsu nih, pikir saya. Sejujurnya nggak terlalu paham juga sih bedanya kontraksi yang asli dan palsu, tapi selama ini rasa mulas memang hanya muncul sekali dalam sehari. Saya juga sudah download aplikasi pencatat interval kontraksi, tapi rasanya kok nggak terlalu membantu ya :)).

Semakin malam, gerakan sang buah hati semakin aktif. Tendangannya kuat terasa walau sudah saya elus-elus perut untuk membuatnya sedikit tenang. Gerakannya menurun. Saya berusaha tidur cepat.

Sampai tiba-tiba....

...Ada satu tendangan yang rasanya lebih kencang dari biasanya. Menekan bagian bawah tubuh saya...

...dan tak lama, keluar cairan dari bagian tersebut.

Sedikit kaget, saya ke kamar mandi untuk memastikan. Bening, tidak ada flek atau apapun. Dokter kandungan yang memeriksa saya pernah berkata, ketuban yang pecah biasanya akan diiringi semacam flek atau darah. Bila itu terjadi, kita harus segera ke rumah sakit untuk mendapat tindakan lebih lanjut.

Karena cairan yang keluar tadi tidak diikuti zat apapun, saya berusaha berpikir positif.  Sedikit dilema juga sih, karena sepertinya bukan urin.

Selang beberapa menit, cairan kembali keluar tanpa mampu saya tahan. Jangan panik, jangan panik, jangan panik. Di tengah sedikit kekhawatiran (dan untungnya masih ada kewarasan), saya akhirnya memutuskan: berganti baju dan bersiap ke rumah sakit dengan hanya membawa HP, dompet, dan buku pink.

Untung nggak kerasa mulas atau apa! .___.

Dengan mencoba tetap tenang, saya berpamitan kepada kedua Ibu yang terlihat bingung. Saya nggak bisa membonceng mereka ataupun menyetir, jadi opsi ke rumah sakit sendiri naik motor harus diambil. Saya hanya meminta tolong untuk menyiapkan tas bersalin yang sudah disiapkan sebelumnya dan memberitahu suami bahwa sepertinya ia harus pulang malam ini (dari jadwal semula pulang besok sore).

Sampai di UGD, para suster jaga nggak kalah heran melihat saya masih bisa struggle naik motor sendirian. Apalagi ternyata sudah positif cairan yang keluar tadi adalah air ketuban. Yang sedikit mengesalkan, sinyal di rumah sakit malam itu jelek sekali sehingga saya sedikit kesulitan memberi kabar kepada para Ibu. Untungnya Ibu dan Ibu mertua akhirnya tiba di rumah sakit dengan diantar teman suami.

Saya sendiri langsung diajak ke ruang bersalin untuk diobservasi kondisi sang buah hati. Sudah bukaan satu ternyata. Alhamdulillah detak jantungnya masih terbilang bagus sehingga peluang saya untuk melahirkan normal masih ada. Saya pun dipindahkan lagi ke ruang perawatan untuk istirahat sambil menunggu bidan datang.

Dua jam setelah masuk ruang perawatan, bidan memutuskan untuk menginduksi saya melalui obat yang diletakkan di bawah lidah. Bagian ini nggak ada di artikel-artikel persalinan yang saya baca, jadi saya masih polos ketika mengonsumsi obat tersebut.

"Nanti kita lihat lima jam lagi apakah bukaannya udah lengkap. Kalau belum, nanti ditambah obatnya," kata mbak bidan. Saya iyain aja sambil mencoba melanjutkan tidur.

Ternyata nggak sampai lima jam pun...

GUSTI! PERASAAN APA INI???

Kadang ada, kadang hilang..makin lama intensitas nyerinya makin kuat. Inikah yang disebut 'gelombang cinta'? :___)))

Kalau mau tahu gimana rasanya, bayangkan perasaan ketika datang bulan, dikalikan beberapa kali lipat. Tapi kadang hilang, makanya mungkin itu yang membuatnya disebut 'gelombang'.

Beberapa kali saya hampir menyerah menghadapi gelombang itu. Bidan yang seharusnya dipanggil ketika bukaan sudah nyaris lengkap, terpaksa dipanggil tiga kali untuk mengecek progressnya. Beruntung, Ibu dan Ibu Mertua setia menemani di ruang perawatan. Apalagi Ibu, bersedia digenggam tangannya super erat oleh saya ketika gelombang itu datang. Huhu..ku merasa berdosa udah mau punya anak gini masih ngerepotin Ibu :____(

Entah karena lelah dipanggil terus atau apa, setelah tiga jam sang bidan akhirnya memutuskan untuk memindahkan saya ke ruang bersalin. Padahal masih belum ada rasa mulas. Tapi memang, pembukaannya tergolong berjalan cepat ternyata.

So, here we go. Ruang bersalin. Masih didampingi Ibu dan rasa gelombang yang makin menjadi-jadi.

Ketika akhirnya rasa mulas datang, bidan dan suster mulai bersiap. Menyuruh saya mengejan sekuat tenaga. Meminta saya membayangkan hal-hal mengesalkan agar kekuatan untuk mengejan semakin besar. Yah kalo lagi kondisi begitu mana bisa ingat sih Mba :____)))

Singkat cerita, saya berusaha mengejan sambil meracau. Nyaris satu jam lebih proses ini karena saya sering kekurangan nafas. Sampai pukul 04.00, akhirnya suami tiba di ruang bersalin. Dengan beberapa pertimbangan, saya memutuskan tetap di ruang bersalin bersama Ibu.

Mungkin memang benar ya kalau janin itu bisa 'mengerti' keinginan kita. Pukul 04.20, sang buah hati akhirnya terlahir ke dunia dengan selamat sentosa. Tanggal 12 Juli, seperti keinginan ibunya yang pengen 'tanggal 12', plus setelah ayahnya datang, seperti keinginannya yang pengen 'ditungguin'.

Melahirkan bayi adalah pengalaman luar biasa, apalagi jika baru pertama kali mengalaminya. Terlepas dari semua drama selama kontraksi - persalinan, saya sangat bersyukur karena Yang Maha Kuasa mempercayakan kami -- saya dan suami -- untuk menjadi orang tua dari seorang putri cantik nan sehat yang selanjutnya kami beri nama "Kanaya Mahira Sakti".

Selamat datang di dunia, Kanaya! Terima kasih telah hadir mewarnai kehidupan Ayah dan Ibu 😊