Wednesday, February 17, 2016

Surat untuk Teman

Hai teman,
Bagaimana kabarmu? Kuharap kamu selalu baik-baik saja di sana. Pertanyaanku tadi bukan sekedar basa-basi. Aku ingin mengetahui kabarmu karena sepertinya sudah lama sekali aku tidak berkomunikasi denganmu. Atau tepatnya, kamu yang tidak membalas pesan-pesanku?
Teman,
Sesungguhnya banyak hal yang ingin kuceritakan padamu. Seperti dulu kita biasa berbagi cerita mengenai segala hal. Tapi sepertinya, kita tidak bisa mengulangi masa-masa itu lagi ya?
Sejujurnya teman, pada awalnya, aku tidak terlalu peduli dengan kehadiranmu ke duniaku. Bagiku, dulu, kamu sama seperti teman lama yang aku temukan kembali. Atau tepatnya mungkin dipertemukan kembali denganku. Aku tidak mengenalmu, dan kamu pun tidak mengenalku.
Namun teman, perlahan semua pandanganku terhadapmu berubah. Dengan semua kebaikan dan sikap-sikap manismu, bagaimana mungkin aku bisa terus mengabaikanmu? Tentu saja aku masih menganggapmu sebagai temanku. Namun, bukan teman biasa lagi. Teman luar biasa? Ah, entahlah. Akupun belum menemukan istilah yang pas untuk menggambarkan pertemanan kita ini.
Bukan berarti aku tidak suka diperlakukan dengan sangat baik, teman. Tidak, aku menyukainya. Aku menyukai saat-saat kamu memberi perhatian-perhatian kecil padaku atau sebaliknya. Aku menyukai saat-saat kamu menemaniku di malam-malam beratku, begitu juga sebaliknya. Nyaris semua tentangmu, semua yang kamu lakukan, aku menyukainya.
Kau tahu, teman? Saat-saat bersamamu adalah saat-saat terindah bagiku. Kau selalu bisa membuatku tersenyum, bahkan tertawa. Dan terkadang memberi kejutan yang menyenangkan. Kau selalu berhasil membuatku mengagumimu. Dan terkadang, membuatku tidak ingin jauh darimu lagi.
Tidak, teman. Aku juga tidak berharap dapat menjadi-lebih-dari-sekedar-teman denganmu. Walau kadang harapan itu muncul, apalagi saat situasinya seperti ‘memancingku’ untuk berharap seperti itu. Aku tahu, kemampuanku masih belum cukup baik untuk menjadi pendamping seseorang sepertimu.
Tapi teman, tahukah kamu kalau aku sedih saat kamu mulai mengabaikanku?
Sebagai temanmu, tentu aku tidak punya hak untuk melarangmu mengabaikanku atau membuatku bersedih. Tapi teman, bolehkah aku berharap kita bisa berteman seperti biasa lagi? Atau setidaknya, seperti-dua-orang-yang-berteman-pada-umumnya? Mengapa dengan teman-temanmu yang lain kamu bisa sedangkan denganku sepertinya tidak?
Ah, maafkan aku jika mendadak banyak bertanya seperti itu, teman. Kamu tidak perlu menjawabnya langsung jika memang belum menemukan jawaban atau belum ingin menjawabnya.
Jadi, kita adalah teman, bukan?
Selamanya adalah teman?
Teman yang baik, yang bisa saling berbagi suka dan duka?
Teman yang bisa saling menyemangati dan mendukung?
Teman… yang tidak akan mengabaikan temannya yang lain?
Aku temanmu dan kau temanku. Setuju?

*Juni 2010, ditulis ketika masih labil, harap maklum :)) -RY

0 Comments:

Post a Comment