Monday, February 29, 2016

Cerita Putri Pena: Gua Kaki

sebentar lagi musim panen. selain di kerajaan tulis, masyarakat di kerajaan dan negara lain pun nampaknya sibuk menyambut panen raya tahun ini. hujan yang turun dengan teratur membuat tanaman-tanaman tumbuh subur. jumlah lahan yang mengalami ancaman kekeringan pun berkurang.
biasanya, hasil-hasil panen akan diperjualbelikan di hutan hijau. entah mengapa hutan ini menjadi kegemaran para pedagang maupun masyarakat di negara lain yang letaknya jauh dari kerajaan tulis. mungkin karena hutan hijau letaknya sangat strategis untuk menjadi tempat transaksi dunia. mungkin juga karena hutan hijau masih menyimpan banyak keindahan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang hanya ingin berjalan-jalan di sana.
seperti kebiasaan di tahun-tahun sebelumnya, menjelang panen raya tahun ini pun aku menyempatkan diri melihat-lihat aneka hasil alam yang diperjualbelikan pedagang dari berbagai belahan dunia. puas melihat-lihat, aku memutuskan beristirahat sambil menjelajah sejenak salah satu gua yang masih tersisa di hutan hijau, gua kaki. konon, nama itu diambil karena banyaknya jejak kaki nenek moyang kami di dalamnya.
gua kaki bukanlah salah satu tujuan favorit orang-orang yang singgah di hutan hijau. namun, hari itu gua yang terletak di bagian barat hutan hijau itu nampak ramai. baru melangkah beberapa puluh meter saja aku sudah bisa mendengar banyak orang bercakap-cakap dan sesekali tertawa.
“ada rombongan ksatria dari negeri 1000 dagang.mereka baru menjual hasil panennya dan sedang menunggu kiriman lagi,” jelas seorang kakek bertongkat yang tiba-tiba berdiri di sebelahku. namun, belum sempat aku mengajukan pertanyaan, sosok orang tua itu sudah lenyap dari pandanganku.
apa katanya tadi? ada rombongan ksatria dari negeri 1000 dagang? mungkinkah..ksatria tak berkuda pun ada di sini?
kini tujuanku hanya satu: menemukan ksatria tak berkuda. tak kupedulikan lagi indahnya lukisan-lukisan alam yang terpahat di dinding gua. tapi..aku mulai mengantuk dan lelah. tidak, aku harus mencoba mencarinya! bukankah kami sudah berada di bawah langit yang sama? dan bahkan berlindung dalam gua yang sama. oh semesta… bantulah aku! jika ia memang ‘untukku’, ijinkanlah kami…
“hey putri, apa kabar?” sosok tegap dengan jubah sedikit berkibar itu tersenyum menatapku.ksatria tak berkuda! mimpikah aku?
“mengapa diam saja? ayo temani aku mencari makan. siapa tahu ada yang bisa mengganjal perutku.” dengan santai ia menarik tanganku. dengan masih menatapnya tak percaya, aku mengikutinya.
selanjutnya, semua berjalan bagai air sungai biru. tenang dan menyejukkan. kami mengobrol layaknya dua orang…sahabat yang sudah lama tidak bertemu. bertukar kabar. sesekali tertawa. ah, ia masih pandai melontarkan cerita lucu!
sejujurnya, aku sungguh bahagia dengan kesempatan ini. aku memang sempat berjanji pada semesta, jika aku diijinkan bertemu ksatria tak berkuda lagi, aku hanya ingin melihat raut wajahnya saat bertemu denganku. bahagiakah? sedihkah? marah? atau malah takut dan menghindar?
kini, melihat senyum dan tawa yang seolah tidak pernah lepas dari wajahnya, rasanya aku sudah tahu jawabannya.
“baiklah, aku harus pergi sekarang. selamat tinggal, semoga kau selalu berbahagia,” ucap ksatria tak berkuda tiba-tiba.
“apa?mengapa cepat sekali? hey tunggu, ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu!”
belum sempat aku mencegahnya, ia sudah membalikkan badan, berjalan cepat membelakangiku tanpa menoleh lagi. jangankan mendengar pertanyaanku, menjawab seruanku pun tidak dilakukannya. tapi aku tidak boleh cepat menyerah.
“ksatria, tunggu… ksatria…”
“hey, bangunlah. rombongan ksatria itu sudah meninggalkan gua ini.” bayangan ksatria tak berkuda mendadak lenyap, digantikan dengan sosok seorang ibu yang membawa keranjang penuh buah dan sayur.
“sepertinya kau tertidur terlalu lama, putri. rombongan ksatria dari negeri 1000 dagang itu sudah kembali ke perkemahan mereka sejak matahari tenggelam. tapi, jangan tanya di mana mereka berkemah karena aku tak tahu jawabannya,” jelas ibu yang tak kukenal itu. ia seolah bisa membaca pikiranku.
“sekarang, pulanglah ke tempatmu. makan, dan lanjutkan tidurmu dengan nyaman. mungkin besok kau bisa bertemu dengan rombongan itu.”
sambil belum sepenuhnya sadar, aku mengangguk dan berterima kasih kepada ibu yang baik hati itu. pelan, aku melangkah ke luar gua. ah, jadi semua tadi hanya mimpi. mimpi yang terlalu indah untuk menjadi nyata.
hutan hijau masih ramai oleh para pedagang yang menjual hasil panen mereka yang berlimpah. aku yakin, ksatria tak berkuda ada di antara mereka. namun, aku sudah terlalu lelah. lelah menunggu kesempatan itu tiba. baiklah semesta…baiklah jika kau tidak mengijinkan kami bertemu lagi…baiklah….

0 Comments:

Post a Comment