Wednesday, February 17, 2016

Cerita Putri Pena #6

Kau masih belum bosan membaca ceritaku, kan? Kuharap jawabannya adalah ‘belum’ karena aku masih ingin berbagi cerita tentang Ksatria Tak Berkuda. Begitu pula dengan cerita kali ini, cerita pertemuan ketigaku dengan sang Ksatria.
Pertemuan ketigaku dengannya berlangsung di penghujung tahun, seperti masa-masa ini. Setiap mendekati akhir tahun, Dewan Pelindung Hutan Hijau selalu mengadakan “Festival Hutan Hijau” sebagai bentuk rasa syukur mereka kepada sang Pencipta atas berkah-Nya yang diberikan melalui Hutan Hijau.
Aku belum pernah mengikuti Festival Hutan Hijau seumur hidupku. Dari beberapa sahabat yang pernah mengikutinya, aku mendapat kesan bahwa mengikuti festival itu akan menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan.
Festival Hutan Hijau diselenggarakan satu kali dalam setahun. Namun, pelaksanaannya bisa selama tiga, lima, atau tujuh hari, tergantung kebijaksanaan Dewan Pelindung Hutan Hijau. Pada festival terbuka ini, beberapa jenis tarian dan nyanyian akan ditampilkan untuk menghibur pengunjung. Aneka makanan dan minuman dari bahan-bahan yang bisa diperoleh di Hutan Hijau juga disajikan dalam festival ini.
Tahun itu (setahun yang lalu), Festival Hutan Hijau diadakan selama tujuh hari berturut-turut. Aku dan sahabat-sahabatku di Kerajaan Tulis berencana untuk menghadirinya bersama-sama. Siapa tahu banyak inspirasi yang bisa kami temukan di sana, pikir kami.
Tak lupa, aku juga memberitahukan rencana itu kepada Ksatria Tak Berkuda. Dalam suratku, kuceritakan padanya kalau ini akan menjadi pengalaman pertama bagiku. Diam-diam aku juga ingin bertemu dengannya lag, jadi kutanya, apakah ia akan menghadiri festival itu juga.
Rupanya, Ksatria Tak Berkuda sudah pernah menghadir Festival Hutan Hijau. Dengan antusias, ia bercerita kalau festival itu selalu meriah. Orang-orang dari berbagai penjuru seolah berkumpul di sana. Banyak penampilan menarik dan hidangan lezat yang bisa dinikmati, tulisnya.
Sekali lagi, aku mengucap syukur kepada Sang Pencipta karena telah memberiku kesempatan bertemu Ksatria Tak Berkuda lagi. Ya, aku bisa bertemu dengannya lagi! Menghabiskan waktu bersamanya adalah salah satu kesempatan yang indah bagiku.
Menemukan sosoknya di antara banyaknya orang di Festival Hutan Hijau bukanlah hal yang mudah. Aku datang bersama para sahabatku, sedangkan ia di surat terakhirnya menulis akan datang seorang diri. Bagaimana aku bisa menemukannya? Kami bahkan belum membuat kesepakatan bertemu di suatu tempat. Padahal, Hutan Hijau ini sangat luas. Ah…
Punggung tegap, jubah perak, dan pedang diselipkan di pinggang sebelah kanan.. Akhirnya aku menemukannya! Ksatria Tak Berkuda dari Negeri 1000 Dagang. Dengan penuh semangat, aku menghampirinya. Berpamitan sejenak pada sahabat-sahabatku. Bergegas mendekatinya sebelum ia berjalan menjauh.
Ksatria… ternyata kau masih sama seperti terakhir kali kita bertemu. Senyummu masih sanggup menyejukkan hatiku. Dan… berdiri di sampingmu, masih membuatku merasa nyaman. Apa kau juga merasakan hal yang sama, Ksatria?
Kami berjalan menyusuri arena festival. Sambil mengobrol, bercerita mengenai banyak hal. Aku nyaris lupa bahwa awalnya aku menghadiri festival ini bersama sahabat-sahabatku dari Kerajaan Tulis. Sampai aku bertemu dengan mereka. Kuperkenalkan mereka pada Ksatria Tak Berkuda. Begitu juga saat kami bertemu orang-orang dari Negeri 1000 Dagang. Ksatria Tak Berkuda memperkenalkanku kepada mereka sebagai… Putri Pena dari Kerajaan Tulis.
Entah mengapa, Festival Hutan Hijau ini tidak terlalu mengesankan bagiku. Ketika kunyatakan itu pada sang Ksatria, rupanya ia pun berpendapat sama. Banyak hal yang berbeda dengan festival di tahun-tahun sebelumnya, katanya. Namun, terlalu cepat rasanya untuk memutuskan pulang ke tempat masing-masing. Lagipula, aku belum bertemu sahabat-sahabatku lagi. Seharusnya aku pulang bersama mereka.
Hujan menjadi penyelamatku kali ini. Alih-alih kembali ke tempat tinggal masing-masing, kami memilih berteduh di sebuah gua yang tampak seperti peninggalan jaman nenek moyang kami. Rupanya, para sahabatku sudah lebih dahulu ada di sana.
Tidak kusangka, menyusuri gua ternyata bisa menjadi hal yang menyenangkan pula. Bersama Ksatria Tak Berkuda, kami menjelajah ke dalam perut gua. Banyak lukisan pada langit dan dindingnya dan berbentuk seperti cerita. Ksatria Tak Berkuda menceritakan beberapa gambar itu padaku dengan versinya sendiri dan aku tertawa mendengarnya. Kami juga menemukan gambar yang sepertinya dibuat saat Hutan Hijau masih benar-benar suci, belum banyak dijamah manusia. Ini baru pengalaman baru yang seru!
Ketika hujan mulai reda, kami kembali ke arena festival. Mataku tak sengaja menangkap seorang kakek tua yang sedang melukis suasana festival dengan tenang. Aku mengajak sang Ksatria menghampirinya. Dengan segenap keberanian yang kumiliki, aku meminta tolong pada Kakek itu untuk melukis kami. Aku dan Ksatria Tak Berkuda.
Kini, aku hanya bisa memandang lukisan itu. Lukisan yang memancarkan kebahagiaan dengan dua wajah yang sedang tersenyum cerah di sana dan aneka warna ceria yang melatarinya. Lukisan yang selalu aku jaga dan sesuai pesan sang Ksatria, tidak perlu diperlihatkan pada orang lain. Mungkin aku tidak seantusias tahun lalu untuk menghadiri Festival Hutan Hijau, tapi, diam-diam aku masih menyimpan harapan untuk bertemu sang Ksatria lagi.

0 Comments:

Post a Comment