Sunday, February 21, 2016

Cerita Putri Pena: Taman Satwa

“Sudah siap berpetualang hari ini?” tanya Ksatria berjubah jingga itu saat aku duduk di punggung kuda cokelatnya.
“Siap. Mengapa tidak?” jawabku yakin.
Jadi, dialah si pengirim surat misterius itu. Ksatria dari Kerajaan Tambang. Kerajaan Tambang terletak di sebelah barat Kerajaan Tulis. Hubungan kedua kerajaan ini tidak terlalu baik, tetapi tidak bisa dibilang buruk juga. Kami belum pernah mengadakan kunjungan resmi kerajaan.
Ksatria Pagi namanya. Seperti namanya, ksatria yang selalu memakai jubah jingga ini sangat bersemangat jika pagi datang. Seakan seluruh energinya berkumpul dan ia tidak takut menghadapi apapun yang akan ditemuinya hari itu. Sebuah semangat yang mampu menular kepada siapapun yang melihatnya, termasuk diriku.
Aku tidak tahu mengapa ia mendadak “muncul”. Melalui surat misterius, dan sekarang mengajakku berpetualang.
TAMAN SATWA. Hmm..kapan ya terakhir aku mengunjungi taman nan luas ini?
“Ayo.” Ajak Ksatria Pagi sambil membantuku turun dari kudanya.
“Mengapa kau membawaku ke sini?” Aku masih mencoba mengingat kapan terakhir kali aku ke sini. Dan hal menarik apa yang bisa aku temukan di sini?
“Karena kau sudah lama tidak ke taman ini, bukan? Aku juga,” jawab Ksatria Pagi singkat.
Sekilas, sikapnya yang agak dingin itu mengingatkanku pada sosok Ksatria Tak Berkuda. Ksatria yang tak banyak berbicara, tetapi kata-katanya selalu mampu menenangkan jiwa. Ksatria yang sudah lama tidak kudengar kabarnya. Ksatria yang… kurindukan.
Berkeliling Taman Satwa selama satu jam membuatku menyadari betapa luasnya tempat sejuk ini. Selain itu, tingkah aneka satwa yang lucu pun mampu memberikan hiburan tersendiri. Misalnya, saat kami memberi makan kawanan kera yang sibuk melompat-lompat dari dahan yang satu atau dahan yang lain. Atau melihat sang raja hutan yang tertidur lelap di peraduannya.
Namun, ada kalanya satwa itu terlihat menakutkan. Misalnya saat seekor ular hitam raksasa tiba-tiba melingkar di dahan yang jaraknya tidak jauh dari tempat Ksatria Pagi berdiri dan seolah siap menerjang. Membuatku ingin menarik sang Ksatria pergi melihat satwa lain, tetapi ia belum mau beranjak. Aku hanya berdoa agar Ksatria nan gagah itu tidak terlihat menarik untuk dimakan di mata sang ular.
Semakin menghabiskan waktu bersamanya, semakin aku teringat Ksatria Tak Berkuda. Aku tahu, tidak seharusnya aku membanding-bandingkan keduanya. Setiap individu tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apa yang tidak dimiliki Ksatria Tak Berkuda bisa kutemukan dalam sosok Ksatria Pagi, dan begitu pula sebaliknya.
Di sisi lain, kunjungan ke Taman Satwa ini seolah juga mengingatkanku untuk menjaga kelestarian mereka. Setidaknya dengan menjaga habitatnya agar mereka tidak punah. Hmm.. terima kasih sudah ‘mengingatkan’, Ksatria!
Bisa kukatakan, petualangan hari itu cukup menyenangkan. Sikap dingin Ksatria Pagi pun perlahan mencair seiring dengan mulai banyaknya topik yang bisa kami perbincangkan. Aku jadi mengetahui kebudayaan Kerajaan Tambang, salah satu kerajaan yang aku kagumi namun tidak banyak hal yang kuketahui tentangnya. Aku juga bisa menceritakan Kerajaan Tulis padanya.
Terima kasih sudah mengajakku mengunjungi Taman Satwa, Ksatria Pagi. Aku senang. Apakah tulisan ini sudah bisa menjawab pertanyaanmu, mengapa aku mau diajak olehmu?

0 Comments:

Post a Comment