Monday, July 11, 2016

Tidak Ada Sukatali Tahun Ini

Percakapan 1:

"Eh, siang ini lowong nggak? Temenin gw yuk!"
"Lowong sih..tapi masih di kantor.."

Percakapan 2:
"Lagi di rumah ini? Nggak ke mana-mana?"
"Ini lagi jam istirahat Bu, nanti balik lagi ke kantor :__))"


Dua percakapan tadi mewarnai siang saya hari ini. Yang pertama berasal dari seorang teman yang sudah mudik ke tanah tumpah darahnya, Bontang. Yang kedua berasal dari seorang ibu yang berbesar hati anaknya nggak bisa mudik lagi di Lebaran tahun ini. Persamaannya? Sama-sama nggak menyangka di sini H-2 Lebaran masih kerja full time sementara di hampir semua instansi dan perkantoran besar sudah merayakan cuti bersama. Tenang, ini masih di Indonesia kok.


Alih-alih sepi, saya dan beberapa rekan kantor pun berbagi cerita tradisi khas Lebaran di keluarga masing-masing. Seperti ini cerita versi saya.

1. Mudik
Ketika masih tinggal di Cilacap, fase awal berlebaran ini menjadi tahap yang mau-nggak-mau harus dilalui. Mau karena senang bakal ketemu keluarga besar dan nggak terlalu mau karena perjalanannya jauh, berliku, masih puasa pula! :__))

Ya, Alhamdulillah sesibuk apapun, Bapak selalu memastikan kami bisa berlebaran bersama keluarga besar sehingga kami selalu mudik sebelum hari H. Padahal kadang, setelah mengantarkan sekeluarga Bapak harus balik lagi untuk 'menjaga kilang' dan baru bisa ikut kumpul paling cepat siang hari pas hari H.

Setelah pindah ke Bandung, urusan mudik ini terlihat jadi lebih sederhana. Jarak tempuh lebih dekat, walau kadang tetap nemu macet yang menguji kesabaran. Transportasinya juga lebih simpel, nebeng Ua yang juga dari Bandung/Bogor, atau yaa..ngangkot sendiri! :))

2. Malam Takbiran
Sebagai keluarga yang biasanya sampai duluan di rumah Nini, saya mengisi malam takbiran dengan menunggu kedatangan saudara-saudara yang lain. Kalaupun sebagian besar sudah datang, malam takbiran menjadi ajang 'pemanasan' dengan para sepupu. Biasanya di malam ini akan terlihat keseruan apa yang akan kami lakukan selama libur Lebaran, berapa banyak kembang api yang akan dimainkan, termasuk... siapa yang akan dibully sepanjang liburan! :__))

Ngomong-ngomong tentang malam takbiran, pernah juga ada suatu masa malam syahdu ini diisi dengan chatting sepanjang malam. Baru selesai ketika jam udah menunjukkan pukul 03.00. Tidur satu-dua jam, udah harus bangun lagi untuk berlebaran hehe.

3. Sebelum Shalat Ied
Ketika Lebaran masih kumpul semua di rumah nini, ada dua tradisi khas sebelum shalat Ied: rebutan kamar mandi (rebutan 'mengalah' maksudnya, saking dinginnya udara subuh) dan nyemilin ulen.
Di Sukatali, sebenarnya Shalat Ied dimulai sekitar pukul 06.30. Itupun masih diawali sambutan ini itu. Tapi, semangat Idul Fitri yang menggebu membuat para jamaah seringnya sudah ke masjid dari pagi sekali. Kalau nggak cekatan, bisa nggak kebagian tempat. Ini juga yang menjadi alasan utama kami, para cucu, sering diminta cepat bersiap ke masjid walau shalatnya masih lama dan antrian kamar mandi panjang. Jadi sambil menunggu, koki andalan kami Ma Anah dan tim sudah menyiapkan ulen goreng untuk mengganjal perut. Duuh rinduu~

4. Shalat Ied
Kami biasa melaksanakan Shalat Idul Fitri di masjid desa. Saya pribadi lebih suka datang agak siang supaya nggak lama dengar sambutan kebagian tempat di jalan aja yang sejuk. Biasanya, kami berangkat bersama sekeluarga, yang sepupu laki dengan Bapak dan om/ua saya sementara yang perempuan dengan sesama perempuan juga.

Shalat Iednya cenderung khusyuk, rasanya jarang diwarnai tangisan anak kecil sih. Selesai shalat, saya dan sepupu/keponakan cenderung lebih cepat pulang sementara Ibu dan saudara-saudaranya bersilaturahim dulu dengan jamaah lain yang kebetulan juga kenal. Entah itu saudara jauh (sekali), teman masa sekolah mereka ataupun siapalah yang mengenal keluarga kami :')

5. Sungkeman
Saat melakukan pengambilan video ucapan Idulfitri beberapa hari lalu, saya meminta talent melakukan adegan sungkeman. Yang lebih senior duduk, sementara yang akan sungkem seperti bersimpuh di depannya, salaman cium tangan, saling mengucapkan maaf, selesai. Saya rasa inilah puncak kedua tradisi Lebaran selain Shalat Ied, tapi rupanya talent itu nyeletuk, "Wah, kami nggak biasa sungkeman.." Giliran saya yang bingung mengarahkan gayanya :')))

Setelah semua anggota keluarga kembali dari masjid, kami sudah siap di ruang tengah untuk melakukan sungkeman. Ketika masih ada Nini, semua anak cucunya sungkem dulu kepada beliau sebelum bermaafan dengan keluarga inti masing-masing. Saya tidak tahu apa saja yang dibisikkan Nini kepada para cucunya ketika sungkem, tapi saya sendiri selalu terharu setiap mendengar wejangan beliau. Nini seperti menganggap saya sudah dewasa, tetapi di sisi lain juga mengerti saya masih 'anak kecil' yang perlu terus mendapat bimbingan supaya jadi orang yang baik, benar, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

Ketika Nini sudah nggak ada, tradisi sungkeman diubah menjadi sungkem dulu dengan keluarga inti masing-masing lalu sungkeman dengan kakak tertua dari Ibu yang hadir saat itu. Alur seperti ini agak rusuh sih karena ada potensi kami para cucu gengsi untuk saling sungkem :)). Tapi mengingat setelah ini agendanya adalah makan, pada akhirnya sungkeman berjalan lancar.

6. Makan
Saya tidak tahu berlangsung sejak kapan, tapi sepertinya keluarga kami punya standar menu sarapan di Hari Raya Idulfitri: Tumpeng nasi kuning (dengan potongan-potongan ayam terselip di dalamnya), nasi putih, ketupat, opor, sambal goreng ati kentang, bihun goreng, sambal plus lalapan, dan kerupuk. Minimal itu. Dan rasanya itu pun sudah lebih dari cukup :'9

Sebelum makan, kami berdoa bersama yang dipimpin anggota keluarga laki-laki. Bersyukur karena Lebaran bisa berkumpul dengan keadaan sehat dan bahagia serta mendoakan keluarga yang masih dalam perjalanan bisa cepat sampai. Karena luas ruang makan yang terbatas, pada agenda ini saya dan para sepupu juga biasanya memperebutkan dua hal: dulu-duluan mengambil menu atau menempati kursi.

Kadang, acara makan terinterupsi oleh kehadiran saudara atau tetangga yang berkunjung untuk silaturahim. Kalau sudah begitu, makannya break dulu dan dilanjutkan dengan 'kalem'.

7. Nyekar
Agenda yang satu ini sering dilaksanakan secara tentatif. Kalau nggak terlalu panas dan masih keburu, nyekar ke makam Aki biasanya dilakukan sebelum/sesudah dzuhur. Sebaliknya kalau panas terik, kami memilih nyekar di sore hari atau sekalian menunggu keluarga lain datang.

Yang menarik, perjalanan menuju ke makam untuk nyekar ini biasanya dimanfaatkan para sepupu untuk berfoto. Maklum, nggak setiap hari bisa liat sawah hijau dan gunung biru kan :')

Sukatali, 2009
Tahun ini, 2016/1437 Hijriah, saya kembali tidak bisa merasakan nikmatnya (dan serunya) berlebaran di tanah leluhur. Banyak sekali tradisi yang berbeda karena memang saya kerja! ada perbedaan budaya. Suka sedih dan kasuat-suat sih kadang, tapi ya gimana. Resiko profesi. Cuma bisa menjalani dan berdoa sepenuh hati, semogaaaaaa tahun depan bisa menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dan merayakan Idulfitri bersama keluarga tercinta :*

Selamat (masih bereuforia) Idulfitri! Mohon dimaafkan lahir dan batin yaa :)







2 comments: