Adalah Bukittinggi, kota yang menjadi tujuan utama kami. Terletak di Sumatra Barat yang belum pernah saya dan partner kunjungi membuat antusiasme kami meningkat. Meski di awal sempat deg-degan merencanakan perjalanan karena ternyata ada agenda mendadak yang 'nyempil'.
Sebelum mencapai Bukittinggi, kami harus ke Padang terlebih dahulu dari kota masing-masing. Saya dari Surabaya, sedangkan partner saya dari Balikpapan. Ternyata tidak ada penerbangan langsung untuk semua maskapai. Transitnya pun cukup lama dan ada di beberapa tempat. Untunglah kami menemukan rute Lion Air baik dari Surabaya maupun Balikpapan yang bisa sama-sama transit di Batam selama dua jam. Total waktu tempuhnya pun mungkin paling singkat, 'hanya' sekitar lima jam. Partner saya tiba lebih dulu dan saya menyusul sekitar satu jam kemudian.
"Kita foto di depan toko oleh-oleh aja. Eh tapi kok jadi kayak di depan minimarket biasa? :))" |
Hujan di Hang Nadim :') |
Pemandangan dari udara sepanjang Batam - Padang aja udah membuat nggak jadi tidur |
Ada yang unik dari travel APV yang kami tumpangi ini. Sepanjang perjalanan, drivernya nyetel lagu berbahasa Minang! Saya dan partner sama-sama nggak ngerti, jadi kami cuma menebak-nebak arti liriknya. Karena saat itu hari juga sudah gelap (kami tiba sekitar pukul 18.00 WIB), nggak banyak pemandangan yang bisa dilihat. Jadilah kami ngobrol ngalor-ngidul plus mendadak terharu karena di tengah perjalanan drivernya memberikan air mineral gelas kepada semua penumpang. Duuh, naik travel Bontang - Balikpapan yang dua kali lipat jauhnya aja nggak pernah diperhatiin sampai sebegitunya :""")))
Sampai di Bukittinggi sekitar pukul 21.00 WIB, kami langsung check in di Grand Rocky dan meletakkan barang. Hotel ini sepertinya masih baru dan cukup recommended. Kami memesan kamar dengan twin bed dan kalau pagi pemandangannya bagus banget! Lokasi hotel juga strategis, dekat tempat-tempat wisata populer dan bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki.
Source: Trip Advisor |
Source: Booking.com |
Berbekal arahan dari orang-orang di sekitar hotel, kami berjalan kaki sekitar 5 menit dan menemukan warung makan yang menjual sate padang. Sayang sudah habis, jadi kami mencari lagi dan ternyata ketemulah dengan "Pusat Kuliner Jl. Ahmad Yani". Kalau belum terlalu malam, mungkin tempat itu ramai.
Kami memesan seporsi sate danguang-danguang untuk masing-masing. Saya pakai lontong dan ini pilihan tepat kalau lagi lapar karena ternyata porsinya nggak sebesar dugaan awal. Sate danguang-danguang ini rupanya adalah sate khas Bukittinggi. Berbeda dengan sate padang yang mungkin sering kita jumpai di Jawa, daging pada sate danguang-danguang diberi kelapa sebelum dilumuri bumbu sehingga rasanya lebih gurih dan mengurangi kepedasannya.
Porsi mini .__. |
Sedikit tips membaca Waze, tetaplah lihat peta secara keseluruhan karena kita umumnya mengatur settingan arah untuk ditempuh dengan kendaraan. Beberapa jalan di Bukittinggi ini cenderung satu arah sehingga kalau mengikuti petunjuk Waze, kita harus berjalan memutar padahal sebenarnya bisa lurus terus jalannya. Ngerti kan ya maksudnya? Atau bisa juga sih settingan Wazenya langsung diubah menjadi jalan kaki hehe.
Sampai di Jam Gadang, kami langsung mencari posisi yang pas untuk 'pemotretan'. Selain bangunan jamnya, ternyata ada semacam taman kecil di sekitar situ.Meski saat itu sudah pukul 22.00 WIB lebih, suasananya masih lumayan ramai terkendali dan di salah satu sudut taman ada Satpol PP yang berjaga-jaga. Rasanya aman :')
FYI, mungkin sisi ini adalah yang terbaik untuk memotret dengan latar belakang jamnya |